2. Iddah karena kematian
Masa Iddah untuk wanita yang ditinggal meninggal suaminya juga memiliki beberapa kategori hukum, yaitu:
Pertama, perempuan tidak dalam keadaan hamil. Dalam kondisi ini maka masa Iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 234 yang berbunyi :
Yang artinya :
"Dan orang-orang yang mati di antara kamu serta meninggalkan istri-istri hendaklah mereka (istri-istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai (akhir) idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan".
pelanggaran 'Iddah dan Konsekuensinya
Haramnya menikahi wanita yang masih dalam masa 'iddah selain bertolak dari haramnya meminang mereka, juga ketetapan Allah dalam Surah Al Baqarah 235 "dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis 'iddahnya,"
 yang diadopsi KHI pasal 40 ayat (2) "Dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita yang masih dalam masa 'iddah dengan pria lain". Penetapan ini menggunakan metode qiyas aulawi dengan logika hukum ; kalau meminang saja tidak boleh, apalagi menikah.
Terhadap pendaftar nikah seperti ini KUA tentu menolak. Bila diterima, sama artinya membenarkan pelanggaran hukum agama. Tapi, apakah dengan menolak, itu lantas menyelesaikan permasalahan?. Tidak. Tetap harus ada upaya serius membenahi akar penyebabnya ; ketidaktahuan atau ketidakpatuhan.
Biasanya pendaftar nikah berdalih sudah lama dicerai tidak resmi. Tetapi KUA berpegang pada akta cerai sebagai bukti otentik seorang janda. Ketika dia melampirkan akta cerai, tentu perhitungan masa 'iddahnya berpatokan pada akta cerai tersebut.
Bila karena ketidakpatuhan, tentu lebih tepat disikapi dengan 'ketegasan menolak' disertai menasehati, dengan alasan melanggar hukum Allah dan bertentangan dengan UU Perkawinan nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat (1), juga KHI pasal 12 ayat (1) dan (2) dan Pasal 40 ayat (2).
Kesimpulan