"Apakah karena bunga makhluk hidup. Dan, Mas tak mau memetiknya untukku, sebab hal itu akan menyakiti mereka?"
Sekilas, kulihat segaris tipis senyummu tersangkut di sudut bibirmu. Aku menikmati garis itu, dan mencoba mengurai alur pikirmu. Sekaligus meraba arah bicaramu.
"Atau, Mas punya alasan lain? Misalnya, Mas bingung memilih bunga, karena terlalu banyak warna dan aroma?"
Perlahan, kedua kakimu melangkah pelan. Mengantarkan tubuhmu duduk ke sisiku. Jemari tangan kananmu memagut erat genggaman tangan kiriku.
"Mas tak pernah mau menjawab, kan?"
Mata air kembali hadir di kedua sudut matamu. Kau sudah tahu, tak pernah ada jawabku untukmu, usai kau lontarkan pertanyaan itu.
Kubiarkan gulir waktu menjaga rahasiaku darimu: Kaulah bungaku.
***
"Mas tahu warna langit?"
"Biru, kan?"
Telingaku menangkap nada tawamu yang renyah. Nada yang menjadi pertanda, jika aku sudah terjebak masalah.