Namun, tak seperti kemarin. Tiba-tiba dan tanpa aba-aba, segumpal kabut putih telah berada di hadapanku.
Perlahan, gumpalan itu membentuk bayangan yang bergerak ringan. Dan, segera melayang ke semua penjuru ruangan yang pengap dipenuhi asap.
"Siapa kau sebenarnya?"
Liang telingaku menangkap getar suara yang sama. Nada lirih yang sama. Namun, dari sumber suara dengan wujud yang berbeda. Kali ini, bayangan itu sudah berada di sebelah tirai jendela.
"Kenapa kau kembali?"
"Jawab saja pertanyaanku!"
"Tentang aku? Tak perlu kau tahu!"
"Bagaimana dengan pensil?"
"Kenapa?"
"Di mana kau dapatkan benda itu?"
Tekanan nada suara yang dalam. Tak lagi lirih seperti tadi, atau kemarin malam. Kulihat bayangan itu bergerak cepat nyaris melesat mendekat ke arahku.
Kurasakan dadaku sesak, tapi lidahku tersekat dan aku tak mampu berteriak. Tubuhku gemetar. Tangan kananku bergetar hebat, hingga mematahkan benda kecil yang sejak tadi berada di genggamanku.Â
Dalam sekejap, bayangan itu lenyap. Terhisap patahan pensil yang berserakan di atas meja.
Kunyalakan puntung rokokku. Isi kepalaku dijejali satu pertanyaan: Jika bayangan itu adalah wujud rupa hantu, apakah mungkin takut pada patahan pensil?
***
"Ayah sudah bangun?"
Suara riang gadis kecil di sisi ranjang, menyapa awal pagiku. Kemudian disusul satu pelukan erat dari tubuh mungilnya. Itu adalah pertanda lelap tidurnya.