Aku memilih bisu hari itu. Bagimu, tindakan itu sebagai pengorbanan untuk bertahan. Namun, bagiku sebuah kegagalan berujung satu pertanyaan. Mampukah aku menjagamu hingga usia senja?
Haruskah senja ini, kau anggap waktu yang tepat untuk kembali menghapus daftar kebahagiaan yang masih tersisa. Menikmati segelas kopi buatanmu. Tanpa gula.
Mengapa tak kau beritahu, jika tak lagi ada gula untuk kopiku? Usai segelas kopi tersaji untukku, kau segera berlalu dari ruang tamu.
Atau ini adalah caramu menunjukkan sikapmu padaku?
Memaksaku kembali menghitung ulang pergantian siang dan malam, untuk menakar sejauh dan sedalam apa dirimu mengenalku?
Kau masih ingin bersamaku?
***
Maafkanlah. Tak mungkin aku melewati pintu di ruang tamu, tanpa terlihat olehmu. Sama halnya, tak mungkin aku menolak pintamu.
Semoga, kau hanya menganggap aku lupa membubuhkan gula ke dalam kopimu. Sebab hanya itu yang kutahu, satu-satunya sisa keberanian yang masih kau miliki. Meminta segelas kopi.
Tak perlu kau tahu caraku, agar setiap hari, dua gelas kopi selalu tersaji untukmu. Biarlah itu menjadi rahasiaku. Dan, salahku terlupa memeriksa tempat gula.
Maafkanlah untuk kali ini. Tapi aku tak ingin berjanji. Hari ini, kesalahan kedua yang kulakukan padamu. Setelah peristiwa dua hari lalu.