Seorang perempuan muda, tergesa menyibak secarik kain panjang yang disebut selimut. Meraih sepotong penutup tubuh yang kusut dan semrawut. Mengabaikan udara kamar yang berkabut. Ampas dari mulut lelaki yang baru saja pergi tanpa rasa takut.
"Minggu depan, Aku datang lagi!"
Perempuan muda itu becermin memintal rambut. Berdamai dengan abu jiwa yang kecut. Matanya menatap dua lembar seratus ribu, yang tersimpan di bawah bantal bercorak kelopak bunga sepatu. Tersenyum, mengingat ulang satu pinta dalam tangis, "Mak, kuota habis!"
Pukul dua dini hari.
Di tepi ranjang, seorang perempuan berbaring miring. Menyumpalkan sebelah dada pada mulut mungil yang tak henti berteriak memecah hening. Menunda sisa letih demi buah hati yang enggan disapih. Menghitung jejak perjalanan hari. Mengeja janji suami sebelum pergi.
"Minggu depan, Aku kembali!"
Perempuan itu menatap satu pigura di dinding kamar. Senyuman di potret itu terlihat samar. Tak akan pernah lagi bersinar. Pagi tadi, janji pulang bersama sebuah peti. ia tak akan melupakan kata isolasi. "Bukan hanya merpati. Elangku tak pernah ingkar janji. Ia telah kembali. Tapi, mati!"
Pukul dua dini hari.
Di hamparan sehelai sajadah, seorang perempuan tua menuang resah. Menyusun satu persatu nama yang terkurung usia. Memungut ulang wajah-wajah lucu yang ditelan senja. Dan, tersedak pahit meniti hari yang menyisakan rasa sakit.