Pembicaraan di meja makan tertunda. Sayup, kembali terdengar bunyi sirene. Kakek terdiam, sambil mengangkat delapan jarinya yang bergetar. Â Namun, pelan. Kakek tersenyum menatapku.
"Itu sirene mengangkut pasien. Bukan membawa jenazah!"
"Apa bedanya, Kek?"
"Kau tak belajar?"
***
"Kau jaga rumah. Ibu mau bawa kakek ke rumah sakit!"
Tak sempat kujawab. Tubuh ibu menghilang dari kamar. Sesaat kudengar langkah-langkah bergegas, serta bunyi pintu rumah ditutup agak keras. Mataku mengeja angka digital yang ada di ponselku. Pukul tiga dini hari.
Kakek kenapa, Bu?
Sudah hampir dua jam terkirim, tapi pesanku belum dibaca ibu. Aku menunggu.
Suara sirene dari mobil ambulan mengusik tidurku. Semakin dekat dan semakin kuat. Tak terdengar deru mobil yang melaju kencang dan bunyi sirine yang menghilang. Bunyinya terdengar berulang-ulang tanpa jeda di depan rumah.
Kakiku berlari melewati pintu kamar, tergesa membuka pintu ruang tamu. dan terhenti saat mataku  melihat sebuah mobil ambulan yang berhenti tepat di pintu pagar. Benakku terpukul usai membaca tulisan di dinding mobil. Mengajak ingatanku mengulang pertanyaan kakek saat makan malam.