"Kopi, Mas?"
"Boleh. Coba buat tanpa gula, ya?"
Kuabaikan raut wajah istriku. Kepalaku masih penuh dengan pertanyaan dan pernyataan dari petugas di kantor polisi.
"Bagaimana kau bisa mengenal lelaki itu?"
"Aneh! Tak ada tanda kekerasan fisik. Hasil otopsi juga bukan bunuh diri. Tapi kematian alami."
"Kapan dan di mana terakhir kalian bertemu?"
"Dia biasa disapa Abah. Diketahui hidup sendiri. Dianggap preman, tapi tak ada laporan atau catatan kriminal."
"Menurutmu, lelaki itu ada hubungan dengan ibumu?"
"Jikapun ada, kukira hanya satu dari sejuta kemungkinan. Seseorang lelaki menemui kematian di atas kuburan. Dan, itu milik ibumu. Kau tak merasa ada yang janggal?"
Aroma kopi tercium dari arah pintu dapur. Tanpa senyuman, istriku meletakkan gelas berkopi itu di atas meja. Di hadap dudukku. Telapak tangan kirinya diselipkan pada jemari tangan kananku.
"Mas, masih memegang teguh pesan ibu, kan?"
Curup, 15.06.2021
Zaldy Chan
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H