Masalah muncul, ketika tak ada pakem yang sempurna dalam makna "menjaga" tersebut. Hal yang berlaku umum, tak bisa diterapkan pada kasus-kasus khusus. Atau sebaliknya.Â
Mungkin saja berlaku tepat pada satu orang, akan berbeda pada yang lain. Atau, niatnya menjaga amanah, ternyata berujung musibah?
Kedua, Anak adalah Investasi
Sebagian orangtua, tak hanya menganggap anak sebagai amanah. Namun juga sebagai investasi masa depan. Baik untuk anak itu sendiri, atau bagi orangtua.
Akhirnya, orangtua ada yang "memaksakan diri", melakukan apapun. Agar anak berhasil. Bahkan di luar kendali atau kemampuan diri. Entah ranah edukasi atau berupa materi. Kalimat paling umum terdengar adalah, "Demi anak!"
Masalah muncul, ketika ternyata hal yang sudah dilakukan, tak sebanding dengan apa yang didapatkan. Beragam usaha, ternyata tak sesuai harapan.
Jika itu yang terjadi. Orangtua merasa kecewa, anak pun akan kecewa dengan diri sendiri. Maka, interaksi antara anak dan orangtua akan terasa hampa, juga nirmakna.
Ketiga, Anak Wujud Ambisi dan Gengsi
Pernah lihat ajang lomba peragaan busana anak TK? Coba bandingkan wajah dan perilaku anak serta orangtua.
Terkadang, anak tak tahu apa yang mereka lakukan di atas panggung. Yang mereka mengerti, mereka didandani, dan diminta berjalan lenggak-lenggok, sesekali berputar, dan ajukan senyuman.
Bagaimana dengan tingkah orangtua? Mereka menjadi sosok paling sibuk! Sejak dari rumah hingga di belakang atau di bawah panggung! Menirukan gaya, berteriak atau apapun itu!