Asupan bacaku, saat beranjak remaja mulai terseleksi sesuai minat dan usia. Dan, sudah mulai membeli satu-dua buku. Walau harus menabung dulu.
Saat SMA apalagi semasa kuliah, seiring pertambahan usia dan kebutuhan, bahan bacaanku malah mirip racikan sepiring gado-gado!
Bercampur antara fiksi dan nonfiksi. Mulai dari karya Sydney Sheldon, John Grisham, Daniella Steele hingga buku Tsun Zu dan Dale Carnagie. Ditambahi bonus naskah-naskah akademis yang acapkali bikin meringis.
Kebiasan membaca itu terus berlanjut, hingga aku menikah dan memiliki anak. Setidaknya, ada alokasi waktu minimal 1 jam khusus untuk membaca.
Lambat laun, mungkin karena kesibukan, kelelahan, kesulitan alokasi waktu, atau berbagai alasan tak terungkap. Minat bacaku jadi menurun drastis. Aku menjadi sulit menikmati bacaan.
Bilang temanku, jika menurunnya hasrat menulis disebut Blockwriter. Maka turunnya hasrat membaca dinamakan Reading Slump!
Akhirnya, buku-buku koleksiku, kubiarkan satu-per satu merantau. Menemui pembaca atau pemilik sementara yang kerap terserang penyakit lupa. Saat itu, aku tak merasakan kehilangan. Toh, sudah kubaca. Siapa tahu ada yang lebih membutuhkan.
Pada Desember 2018, ada satu keputusan nekad yang kulakukan. Memutuskan untuk menulis! Tentu saja semampu dan semampuku.
Pengalaman mengajarkan. Jika selama ini aku membaca, belum tentu menulis. Maka, jika bertekad menulis, akan memaksaku untuk membaca. Setidaknya, menulis ulang apa yang kubaca.
Begitulah! Maka akun Kompasiana milikku, adalah area terjun bebas dan uji nyali belajar menulis! Untungnya, Kompasiana tak mengenal tinggal kelas.