Walau tak persis ingat alur kisahnya. Aku merasa beruntung! Sempat melahap sebagian buku, yang ada dalam tulisan itu di masa kecilku. Namun, hal itu butuh perjuangan!
Dengan semua keterbatasan masa itu. Aku tak bisa membeli buku. Jadi, biar bisa membaca tanpa memiliki, ada dua cara. Meminjam punya teman atau ke kios-kios kecil dengan aturan sewa baca di tempat.
Jika meminjam, tak hanya butuh syarat betah berteman dengan pemilik buku. Juga mesti menjaga biar tidak rusak atau robek. Satu lagi, harus mengembalikan tepat waktu. Jadi, terkadang membacanya terburu-buru.
Andai saja bermusuhan, tak pandai menjaga buku yang dipinjam, telat mengembalikan, atau bahkan menghilangkan. Maka, lenyap pula peluang dan kesempatan untuk meminjam lagi.
Cukup bermodal uang seratus rupiah, aku sudah bisa membaca 2 buku di kios penyewaan. Ada tindakan "curang" yang diperbolehkan. Bacanya, ajak teman! Jadi usai membaca, bergantian atau tukaran buku. Biar sekali sewa, bisa membaca 4 buku atau majalah.
Aturannya? Karena masih kecil, harus baca di tempat. Bacaannya diatur oleh penjaga, khusus buku bacaan anak-anak. Dan, tak boleh datang menyewa jika masih berpakaian sekolah.
Jadi, lupakanlah! Peluang anak SD membaca novel orang dewasa. Paling-paling ditawarkan serial Lupus! Pun, tak ada cerita membolos. Bakal diusir pulang!
Hikmahnya saat itu. Dari proses ingin membaca, tak hanya sekadar kesenangan. Juga membentuk sikap dan perilaku. Mesti menjaga kepercayaan, disiplin waktu, dan belajar membaca cepat.
Namun, karena tergantung teman atau tak punya uang. Maka hasrat membaca jadi timbul tenggelam!