Biasanya, jika terampil, akan terjerat dua hingga lima ekor burung sekali lempar. Jika dapat, burung itu dilepaskan dari getah karet di lidi dengan menggunakan minyak sayur, agar tak merusak bulunya. kemudian dilepaskan lagi!
Tujuannya? Hanya untuk berlomba siapa paling banyak menangkap! Aih, jika diingat sekarang, permainan itu  adalah gabungan antara kegembiraan sekaligus kebodohan di masa kecil, ya? Hiks...
Ini hanya asumsi pribadi. Jika berpijak pada hubungan simbiosis mutualisme. Karena perkembangan pembangunan dan perubahan tata kota di kampungku, banyak sekali pohon beringin yang lenyap dari bumi Kota Curup. Pohon-pohon hijau, berganti dengan taman-taman bunga.
Akibatnya? Kota Curup, tak lagi ramah bagi Kalong dan Burung Sriti. Gegara kelangkaan Pohon beringin, Kalong tak lagi rutin singgah di kota Curup! Begitu juga dengan kawanan burung sriti!
Keuntungannya, jalanan bersih dari kotoran burung, tapi anakku hanya bisa mendengar cerita masa kecilku. Tak bisa mengalami pengalaman yang kurasakan.
Saat ini, sependektahuku hanya ada tiga lokasi yang memiliki pojon beringin. Satu pohon ada persis di depan Masjid Al Jihad. Tempat aktifitas keseharianku. Sesekali masih terlihat kalong dalam koloni kecil yang singgah, termasuk burung Sriti. Tapi, tidak sebanyak dulu. Dan, tak ada di Ramadan kali ini.
Udahnya? Itu kenangan saat Ramadan di masa kecilku.
Adakah pembaca juga memiliki kenangan yang sama?
Curup, 19.04.2021