Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Nostalgia Ramadan di Masa Kecil? Menghitung Kalong dan Memulut Burung

19 April 2021   21:49 Diperbarui: 19 April 2021   22:18 1133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilistrasi Burung kecil (sumber gambar: pixabay.com)

"Numpang tanyo, weh! Apo kenangan maso kecik di bulan puaso, yang idak bisa dilupo?"

Usai berbuka tadi, satu pertanyaan itu, aku lemparkan ke grup WA alumni saat aku SMP. Karena grup itu, yang berpeluang memberikan jawaban, untuk menulis tema samber hari ke-6 ini. Ahaaay...

Aku punya kenangan tentang main meriam bambu yang berbahan ledak karbit. Sebagai anak sekolah, aku pasti diharuskan memiliki Buku Ramadan dan berburu tanda tangan. Sebagai anak lelaki, juga tak ada keseruan jika tak ikut Patrol saat sahur.

Gawatnya, tiga hal itu mendominasi jawaban di grup. Dan kubaca dari judul-judul, artikel tentang itu sudah ditulis teman-teman Kompasianers. Risiko orang yang telatan, kan? HIks...

Sebenarnya, ada satu lagi. Yaitu asmara subuh! Kegiatan ini, biasa dilakukan para remaja kasmaran, yang menikmati jalan pagi berdampingan, setelah waktu subuh. Tapi, saat itu, aku bukan pelakunya! Wong masih kecil, kan?

Selain itu, sebagian kenangan masa kecil, sudah aku tulis pada samber hari ke-3 dengan tema Khas Ramadan yang dirindukan. Dengan artikel berjudul :Cerita Semarak Ramadan di Masa Kecilku dan Sebelum Pandemi

Akhirnya, aku memilih menulis 2 fenomena alam yang hanya ada selama bulan ramadan. Dan, seingatku, sudah belasan tahun, tak lagi terjadi di kota Curup.

Kenapa fenomena alam? Karena hal ini bisa jadi karena perubahan lingkungan di sekitar daerahku, sehingga 2 hal ini, tak lagi ada. Dan, erat kitannya dengan keberadaan pohon beringin di kampungku.

Biar tak penasaran, aku tulis, ya?

Kalong raksasa Giant Fruit Bat (Sumber gambar: pixabay.com)
Kalong raksasa Giant Fruit Bat (Sumber gambar: pixabay.com)
Pertama. Menghitung Kalong Raksasa Sambil Menunggu Berbuka.

Di masa kecilku, jika cuaca cerah dan bingung tak ada kegiatan lain. Duduk manis sambil memandang langit senja kota Curup, sambil menanti sirene berbuka puasa juga mengasyikkan. Karena bisa menyaksikan migrasi kalong raksasa yang terbang berbentuk koloni.

Setelah kucari info via Mbah Gugel. Kalong yang biasa disebut Flyng Fox atau Giant Fruit Bat ini, beratnya bisa mencapai 1,5 kg dengan bentangan sayap hingga 1.7 cm. Tuh, gede, kan?

Kenapa kalong itu datang ke Curup? Ada dua alasan. Pertama, Saat itu, di Curup masih sangat banyak pohon beringin raksasa. Kedua, di bulan Ramadan, Pohon beringin itu sedang lebat-lebatnya berbuah. Bisa jadi, buah-buah kecil pohon beringin itu salah satu makanan kalong, kan?

Makanya, sambil menunggu berbuka, menghitung kalong adalah kegiatan seru! Karena setiap koloni, akan terbang dengan jumlah yang bervariasi. Seingatku, satu kelompok bisa 7 hingga sepuluh ekor. Jumlah ini yang menjadi tebakan sekaligus pemicu perdebatan gak penting dengan teman-teman di masa kecil.

Oh iya. Terkadang, ada saja orang yang berburu kalong ini. menembaknya dengan menggunakan senapan angin. Desas-desus alasannya, Daging dan hati kalong itu untuk obat sesak nafas. Kebenarannya, aku belum tahu.

Kedua. Memulut Burung Sriti di Kabel Listrik.

Satu lagi fenomena alam yang kerap terjadi di bulan Ramadan. Di Kampungku, disebut burung layang-layang. Pernah aku posting di media sosial, terus dikomentari Kompasianer senior Mbah Ukik, jika burung itu bernama Sriti bukan burung laying-layang! Jadi, mesti patuh pada senior, kan?

Kedatangan burung ini, juga erat kaitannya dengan pohon beringin.  Karena berbuah, maka ulat-ulat kecil akan banyak hadir di pohon beringin. Dan, ulat-ulat itulah yang menjadi makanan dan alasan migrasi dari burung sriti. Terus keseruannya apaan?

Begini. Jika malam hari, kalong raksasa yang memakan buah beringin. Maka aktivitas memburu ulat-ulat kecil oleh kawanan burung-burung sriti itu pada pagi hari. Malam harinya, mereka akan beristirahat dan bertengger di kabel-kabel listrik di sepanjang jalanan kota Curup. Termasuk di depan rumahku.

Jadi, bila malam hari, mesti menghindari dari berjalan tepat di bawah kabel. Jika tak ingin mendapatkan "bonus" kotoran burung di kepala atau pakaian. Selain aroma yang khas, kotorannya juga menjadi "hiasan khas" jalanan beraspal. Membentuk garis memanjang di sisi kiri dan kanan kota Curup.

Nah, salah satu permainan masa kecilku adalah memulut burung itu di saat malam hari. Memulut itu, adalah memerangkap burung Sriti dengan getah nangka.

Caranya? Sebuah lidi dibaluri getah nangka, kemudian dengan menggunakan bongkol jagung sebagai pemberat, lidi itu dilemparkan ke atas ke arah kabel listrik! Butuh keterampilan khusus untuk melempar agar lidi tak tersangkut kabel.

Biasanya, jika terampil, akan terjerat dua hingga lima ekor burung sekali lempar. Jika dapat, burung itu dilepaskan dari getah karet di lidi dengan menggunakan minyak sayur, agar tak merusak bulunya. kemudian dilepaskan lagi!

Tujuannya? Hanya untuk berlomba siapa paling banyak menangkap! Aih, jika diingat sekarang, permainan itu  adalah gabungan antara kegembiraan sekaligus kebodohan di masa kecil, ya? Hiks...

Burung Sriti dan Pohon beringin di depan Masjid Aljihad 2 tahun lalu. (Foto Dokumentasi Pribadi Zaldychan
Burung Sriti dan Pohon beringin di depan Masjid Aljihad 2 tahun lalu. (Foto Dokumentasi Pribadi Zaldychan
Pembangunan dan Tata Kota, Menjadi Sebab Kalong dan Burung Sriti Hilang?

Ini hanya asumsi pribadi. Jika berpijak pada hubungan simbiosis mutualisme. Karena perkembangan pembangunan dan perubahan tata kota di kampungku, banyak sekali pohon beringin yang lenyap dari bumi Kota Curup. Pohon-pohon hijau, berganti dengan taman-taman bunga.

Akibatnya? Kota Curup, tak lagi ramah bagi Kalong dan Burung Sriti. Gegara kelangkaan Pohon beringin, Kalong tak lagi rutin singgah di kota Curup! Begitu juga dengan kawanan burung sriti!

Keuntungannya, jalanan bersih dari kotoran burung, tapi anakku hanya bisa mendengar cerita masa kecilku. Tak bisa mengalami pengalaman yang kurasakan.

Saat ini, sependektahuku hanya ada tiga lokasi yang memiliki pojon beringin. Satu pohon ada persis di depan Masjid Al Jihad. Tempat aktifitas keseharianku. Sesekali masih terlihat kalong dalam koloni kecil yang singgah, termasuk burung Sriti. Tapi, tidak sebanyak dulu. Dan, tak ada di Ramadan kali ini.

Udahnya? Itu kenangan saat Ramadan di masa kecilku.

Adakah pembaca juga memiliki kenangan yang sama?

Curup, 19.04.2021

Zaldy chan

[Ditulis untuk Kompasiana]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun