Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengeja Ulang Makna Kata "Praduga"

3 April 2021   17:54 Diperbarui: 4 April 2021   07:50 379
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tuduhan (sumber gambar: pixabay.com)

Sering mendengar kata praduga, kan?

Jika pernah bersinggungan dengan hukum atau membaca kasus-kasus yang berhubungan dengan peristiwa hukum. Akan terbiasa dengan satu asas, yaitu asas "Praduga tak bersalah" atau istilah asingnya, "Presumption of Innocence".

Dalam KBBI, arti kata Praduga adalah: Anggapan tentang sesuatu tanpa (harus) membuktikannya terlebih dahulu.

Kali ini, aku tak akan membahas tentang hukum. Namun, mengeja makna kata Praduga itu dari cerita di masa kecilku dulu. Aku tulis, ya?

Ikustrasi saling curiga (Illustrated by pixabay.com)
Ikustrasi saling curiga (Illustrated by pixabay.com)
Apakah Butuh Alasan Membangun Praduga?

Semasa kecil, aku pernah melakukan praduga. Logika kecilku pun digiring untuk mempercayai sebuah pernyataan. Bahwa aku adalah anak yang ditemukan Amak (ibuku) di sungai, saat mencuci pakaian.

Setidaknya ada tiga alasan yang diajukan oleh semua saudaraku, untuk memperkuat cerita dan julukan itu.

Pertama. Rumah Amak (Ibuku) di dekat sungai.

Jarak rumah Amak dengan sungai tak sampai 50 meter. Selain itu, dulu keluargaku serta tetangga, beraktivitas di sekitar sungai. Semisal mandi, mencuci pakaian, alat dapur, juga buang hajat.

Kedua. Aku laki-laki sendiri.

Saat itu, aku masih enam bersaudara. Aku urutan keempat, dan lelaki satu-satunya. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kesulitan masa kecilku menjaga kelaki-lakianku, kan? Eh, maksudku, caraku bertahan dengan identitas sebagai anak Amak, kan?

Ketiga. Kulit dan rupa wajah berbeda.

Hingga saat ini, aku tak akan menyangkal, jika dinyatakan berbeda dengan saudara yang lain. Saudaraku memiliki kulit putih, kulitku coklat kemutung-mutungan. Bentuk wajah mereka ada yang bundar dan lonjong.  Aku? Memiliki wajah persegi yang tak jelas. Hiks...

Karena alasan-alasan itu. Aku ragu untuk percaya, ketika Amak membelaku dengan cara memarahi saudara-saudaraku, saat berucap aku "anak hanyut!".

Akupun, menganggap cerita itu sebagai sebuah kebenaran. Bukan hanya sebagai pernyataan, tapi sebuah kenyataan.

Seiring bertambah usia, aku memiliki jawaban ampuh buat menangkal sebutan "anak hanyut" itu! Usai Amak berkisah tentang kisah Nabi Musa yang dihanyutkan, supaya terbebas dari titah pembunuhan oleh Firaun. Akhirnya, diselamatkan istri Firaun.

Saat itu, Amak membujukku dengan menyatakan, bahwa Nabi Musa adalah sosok pilihan. Maka, akupun mengaku dan menganggap begitu. Apalagi, aku lelaki satu-satunya. Tanpa persaingan jika mengaku ghantenk! Ahaaay...

Akupun kembali berpraduga. Hal itu adalah cara saudaraku memberikan perhatian saat itu. Karena bingung, tak ada referensi bersikap pada saudara laki-laki. Aku pernah diajak main boneka, bermain masak-masakan, hingga pasrah dipakaikan baju perempuan milik saudaraku!

Semakin tumbuh besar, anggapan dan julukan sebagai "anak hanyut" itu, memudar!

Kelahiran si Bungsu yang berjenis kelamin laki-laki, sama sekali tak menolong! Tubuhnya tinggi menjulang, kulitnya berwarna terang, dan pasti lebih ganteng! Praduga itu tetap ada. Sebab aku merasa berbeda. Dan, aku hanya bisa pasrah, kan?

Namun, seiring perjalanan waktu. Praduga itu menghilang! Wajah dan sikapku mulai dihubungkan dengan Almarhum Abak (ayahku). Aku pun mulai menemukan banyak persamaan dengan saudaraku, tapi juga menerima banyak perbedaan!

Aih, ternyata persamaan dan perbedaan itu juga bersaudara!

Ilustrasi tuduhan (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi tuduhan (sumber gambar: pixabay.com)
Praduga Bukan Dugaan, Apalagi Tuduhan!

Dari kisah masa kecil itu, aku jadi tahu. Praduga itu, hanya anggapan yang ada dalam imajinasi! Anggapan tidak pernah diungkapkan. Dan, praduga itu bisa baik, bisa juga kemungkinan terburuk.

"Bukankah Praduga itu tuduhan, Bang?"

"Beda! Tuduhan itu, hasil dari dugaan."

Sebagai perumpamaan. Ketika terjadi terjadi sebuah kejahatan, anggaplah kasus pembunuhan. Maka Kepolisian harus menciptakan "anggapan-anggapan" yang biasanya disebut curiga. Kemudian melakukan proses penyelidikan atau pelidikan.

Kata duga itu adalah perkiraan. Menduga itu sudah melalui tahapan perhitungan atau penaksiran. Hasilnya anggapan itu adalah dugaan! Orangnya disebut terduga!

Jika dari proses dugaan tersebut, ternyata ditemukan seseorang yang diduga kuat melakukan tindakan kriminal itu, maka dugaan akan berubah menjadi tuduhan.

Orang yang terduga, akan berubah status menjadi tersangka. Jika dugaan itu semakin kuat, maka akan naik lagi menjadi terdakwa, kemudian berujung terpidana.

Jadi? Praduga itu sebelum lakukan duga. Jauh dari makna dugaan, apalagi tuduhan.

"Ternyata beda, ya?"

"Sejauh Jarak Candi Borobudur dengan Piramida di Mesir, Bro!"

Di akhir tulisan ini. aku mau titip satu pertanyaan. Selama ini, pembaca lebih banyak berpraduga atau menduga?

Curup, 03.04.2021

Zaldy Chan

[Ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun