Sering mendengar kata praduga, kan?
Jika pernah bersinggungan dengan hukum atau membaca kasus-kasus yang berhubungan dengan peristiwa hukum. Akan terbiasa dengan satu asas, yaitu asas "Praduga tak bersalah" atau istilah asingnya, "Presumption of Innocence".
Dalam KBBI, arti kata Praduga adalah: Anggapan tentang sesuatu tanpa (harus) membuktikannya terlebih dahulu.
Kali ini, aku tak akan membahas tentang hukum. Namun, mengeja makna kata Praduga itu dari cerita di masa kecilku dulu. Aku tulis, ya?
Semasa kecil, aku pernah melakukan praduga. Logika kecilku pun digiring untuk mempercayai sebuah pernyataan. Bahwa aku adalah anak yang ditemukan Amak (ibuku) di sungai, saat mencuci pakaian.
Setidaknya ada tiga alasan yang diajukan oleh semua saudaraku, untuk memperkuat cerita dan julukan itu.
Pertama. Rumah Amak (Ibuku) di dekat sungai.
Jarak rumah Amak dengan sungai tak sampai 50 meter. Selain itu, dulu keluargaku serta tetangga, beraktivitas di sekitar sungai. Semisal mandi, mencuci pakaian, alat dapur, juga buang hajat.
Kedua. Aku laki-laki sendiri.
Saat itu, aku masih enam bersaudara. Aku urutan keempat, dan lelaki satu-satunya. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana kesulitan masa kecilku menjaga kelaki-lakianku, kan? Eh, maksudku, caraku bertahan dengan identitas sebagai anak Amak, kan?
Ketiga. Kulit dan rupa wajah berbeda.
Hingga saat ini, aku tak akan menyangkal, jika dinyatakan berbeda dengan saudara yang lain. Saudaraku memiliki kulit putih, kulitku coklat kemutung-mutungan. Bentuk wajah mereka ada yang bundar dan lonjong. Aku? Memiliki wajah persegi yang tak jelas. Hiks...
Karena alasan-alasan itu. Aku ragu untuk percaya, ketika Amak membelaku dengan cara memarahi saudara-saudaraku, saat berucap aku "anak hanyut!".
Akupun, menganggap cerita itu sebagai sebuah kebenaran. Bukan hanya sebagai pernyataan, tapi sebuah kenyataan.
Seiring bertambah usia, aku memiliki jawaban ampuh buat menangkal sebutan "anak hanyut" itu! Usai Amak berkisah tentang kisah Nabi Musa yang dihanyutkan, supaya terbebas dari titah pembunuhan oleh Firaun. Akhirnya, diselamatkan istri Firaun.
Saat itu, Amak membujukku dengan menyatakan, bahwa Nabi Musa adalah sosok pilihan. Maka, akupun mengaku dan menganggap begitu. Apalagi, aku lelaki satu-satunya. Tanpa persaingan jika mengaku ghantenk! Ahaaay...
Akupun kembali berpraduga. Hal itu adalah cara saudaraku memberikan perhatian saat itu. Karena bingung, tak ada referensi bersikap pada saudara laki-laki. Aku pernah diajak main boneka, bermain masak-masakan, hingga pasrah dipakaikan baju perempuan milik saudaraku!
Semakin tumbuh besar, anggapan dan julukan sebagai "anak hanyut" itu, memudar!
Kelahiran si Bungsu yang berjenis kelamin laki-laki, sama sekali tak menolong! Tubuhnya tinggi menjulang, kulitnya berwarna terang, dan pasti lebih ganteng! Praduga itu tetap ada. Sebab aku merasa berbeda. Dan, aku hanya bisa pasrah, kan?
Namun, seiring perjalanan waktu. Praduga itu menghilang! Wajah dan sikapku mulai dihubungkan dengan Almarhum Abak (ayahku). Aku pun mulai menemukan banyak persamaan dengan saudaraku, tapi juga menerima banyak perbedaan!
Aih, ternyata persamaan dan perbedaan itu juga bersaudara!
Dari kisah masa kecil itu, aku jadi tahu. Praduga itu, hanya anggapan yang ada dalam imajinasi! Anggapan tidak pernah diungkapkan. Dan, praduga itu bisa baik, bisa juga kemungkinan terburuk.
"Bukankah Praduga itu tuduhan, Bang?"
"Beda! Tuduhan itu, hasil dari dugaan."
Sebagai perumpamaan. Ketika terjadi terjadi sebuah kejahatan, anggaplah kasus pembunuhan. Maka Kepolisian harus menciptakan "anggapan-anggapan" yang biasanya disebut curiga. Kemudian melakukan proses penyelidikan atau pelidikan.
Kata duga itu adalah perkiraan. Menduga itu sudah melalui tahapan perhitungan atau penaksiran. Hasilnya anggapan itu adalah dugaan! Orangnya disebut terduga!
Jika dari proses dugaan tersebut, ternyata ditemukan seseorang yang diduga kuat melakukan tindakan kriminal itu, maka dugaan akan berubah menjadi tuduhan.
Orang yang terduga, akan berubah status menjadi tersangka. Jika dugaan itu semakin kuat, maka akan naik lagi menjadi terdakwa, kemudian berujung terpidana.
Jadi? Praduga itu sebelum lakukan duga. Jauh dari makna dugaan, apalagi tuduhan.
"Ternyata beda, ya?"
"Sejauh Jarak Candi Borobudur dengan Piramida di Mesir, Bro!"
Di akhir tulisan ini. aku mau titip satu pertanyaan. Selama ini, pembaca lebih banyak berpraduga atau menduga?
Curup, 03.04.2021
[Ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H