Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Biarkan Aku Berziarah di Wajahmu

23 Maret 2021   16:57 Diperbarui: 23 Maret 2021   20:56 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jam (sumber gambar; pixabay.com)

"Setiap orang akan menemui akhir kehidupan. Namun, tidak proses kehidupannya."

Satu kenangan yang ditampilkan di linimasa, membuatku terpaku. Hingga kali ketiga kubaca barisan kalimat itu di layar ponselku. Dan, aku masih belum tahu, satu atau banyak alasan yang menjadi sebab aku menulis status seperti itu.

Butiran hujan yang menepikan matahari senja, enggan memapah ingatanku untuk menggali momentum tanggal hari itu. Lima tahun lalu. Sedikit sesal hadir di benakku. Andai disertai sebuah foto, mungkin akan lebih mudah bagiku atau setidaknya membantu.

Namun, senja begitu mudah memandu ingatanku. Padamu.

***

"Dulu aku masih kurus, Mas!"

"Dan cantik."

"Kalau sekarang gak, ya?"

Selalu ada rajukmu, usai melihat foto-foto di dalam album pernikahan. Memilih diam, adalah cara terbaik untuk meredam ledakan rasamu.

"Ini saat akad nikah. Yang pakai baju batik, dan duduk di belakang Mas itu, sudah meninggal. Eh, lihat kopiahmu, Mas! Kenapa miring ke kanan? Baju pengantin ini pasti gak muat lagi!"

Bagimu, memandang wajah-wajah yang tertangkap dalam foto itu, tak hanya mengulang kenangan. Namun juga menemukan perbedaan yang berujung terciptanya perbandingan.    

"Sekarang aku gendut, kan?"

Satu pertanyaan meluncur dari mulutmu. Usai tanganmu menutup album foto itu. Matamu menatapku, menunggu jawabanku. Tanganku mengusap pelan legam rambut panjangmu. Mataku menatap perut besarmu yang menjaga calon anakku.

Dan, kau tahu. Tak mungkin mendapatkan jawaban dariku untuk pertanyaan itu.

***

"Mas, aku potong rambut, ya?"

"Hah?"

Kau biarkan aku menyimak alasanmu. Kesibukanmu sebagai ibu dari anakku, membuatmu kesulitan merawat rambutmu. Dan, kubiarkan mataku untuk menikmati saat-saat terakhir mengingat legam rambut panjangmu.

"Biar praktis, Mas. Aku belum bisa..."

"Iya. Potonglah!"

Dua tahun berlalu. Aku menikmati perjalanan waktu bersamamu. Aku terlatih untuk mengerti, selalu ada alasan dan penjelasan di balik keinginanmu. Termasuk untuk mengerti keputusanmu membatalkan memotong rambutmu.

Tak akan kutanyakan alasanmu. Tapi kau tahu, tersimpan satu fotomu di dalam dompetku. Dengan rambut panjangmu.

***

Aku percaya, ketika ada yang berujar jika jatuh cinta bisa berkali-kali. Namun aku sukar untuk percaya bahkan ragu, jika ada orang yang mampu jatuh cinta berkali-kali pada orang yang sama,

Walau tak menutup kemungkinan hal itu terjadi. Dan kualami. Padamu.

Aku tak tahu caramu menyediakan taman yang begitu luas, sehingga aku leluasa menanam benih-benih rasa itu.

"Ini foto Adek saat berusia satu tahun. Baru belajar berjalan! Ini waktu acara perpisahan di TK. Mas tak bisa datang, kan? Dan ini..."

Kalimatmu terhenti pada bisu. Matamu berpindah dari album foto ke wajahku. Tanpa aba-aba, jemari tangan kirimu meraih tangan kananku untuk mengusap rambutmu.

"Rambutku masih panjang, kan?"

"Terus?"

"Tapi sudah banyak yang memutih, Mas!"

"Kau tetap milikku, kan?"

***

"Selamat ulang tahun, Mas. Maafkanlah, jika aku belum bisa menjadi..."

Kau berjuang menjelaskan rasamu, tanpa pernah mampu menyelesaikan kata-kata milikmu. Dan, aku berjuang melaksanakan kata-kata milikku. 

***

Sisa hujan menebarkan aroma senja. Cahaya jingga menyeruak melintasi tabir jendela. Menjejaki satu potret usang yang terpasung membisu di dinding ruang tamu.

Menatap wajahmu adalah caraku berziarah. Membebaskan rasa dan asaku akan berkelana mengunjungi satu-persatu jejak sejarah. Milikku dan milikmu.

"Rambutku seperti milik ibu, kan?"

Entah sejak kapan gadis kecilmu hadir di ruang tamu. Namun, mendengar pertanyaan itu mengantarkan ingatanku, sebab hadirnya tulisan itu di layar ponselku.

Sebuah kenangan. Bersamamu. Dan, tanpamu.

Curup, 23.03.2021

Zaldy Chan

[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun