Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Penakluk Kebocoran dan Pengendali Angin

11 Februari 2021   18:18 Diperbarui: 13 Februari 2021   18:36 1433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Meja kerja Bang Iwan untuk Tambal Ban Api (Dokumentasi pribadi zaldychan)

"Kau mungkin seorang pejabat, pengusaha sukses atau seorang jagoan pasar. Namun, itu tak berarti banyak, jika ban kendaraanmu kempes!"

Idiom "kantong kempes" acapkali digunakan untuk menunjukkan situasi keuangan seseorang. Apalagi saat menyentuh tanggal-tanggal tua di ujung bulan, kan? Namun, kondisi kantong kempes itu, bisa saja hanya dirasakan, dipendam atau dirahasiakan.

Namun, berbeda halnya jika mengalami "ban kempes". Entah karena melindas benda tajam, atau memang keadaan ban sudah aus dan tak layak pakai. Kondisi itu, sama sekali tak bisa dirahasiakan.

Kita akan butuh seseorang yang mampu mengatasi itu.

"Pekerjaan Tukang Tambal Ban, Gak ada, ya?"

"Tak ada di formulir, Bang!"

"Wiraswasta aja, ya? Seperti di KTP."

"Seharusnya Dinas Penakluk Kebocoran dan Pengendali Angin, Bang. Keren!"

Begitulah, beberapa kali aku membantu seorang teman, yang acapkali gagap saat mengisi daftar isian. Entah untuk keperluan administrasi sekolah anak, saat ingin meminjam uang di Bank atau untuk persyaratan menerima bantuan.

Foto Bang Iwan dan kendaraan pelanggan (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Foto Bang Iwan dan kendaraan pelanggan (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Adalah Ridwan (53 Tahun), biasa kusapa "Bang Iwan", salah seorang yang mengabdikan nyaris separuh usia dengan profesi sebagai penambal ban. Aku tulis tentang Bang Iwan dan filosofi Ban yang kucomot dari Mbah Gugel, ya?

Pertama. Konsisten

Mari tak berdebat tentang konsistensi ban. Bentuknya selalu bundar. Entah dipasang pada motor, mobil, gerobak, becak, bajaj hingga pesawat. Pokoke blas, bunder! Tak ada yang berminat menggunakan ban berbentuk segiempat, segitiga, atau jajaran genjang, kan?

Konsistensi itu juga ditunjukkan Bang Iwan. Kukenal sejak masih bujangan, menikah, hingga memiliki 4 orang anak. Tambal Ban adalah profesi inti. Setiap hari, Bang Iwan akan membuka lapaknya sejak pukul tujuh pagi, dan tutup jelang maghrib.

Kedua. Bertahan Melalui Medan Berat.

Ban tak pernah ajukan protes. Sesuai dengan fungsinya. Melewati jalan berlubang, aspal yang panas, berlumpur hingga banjir. Maka, ban yang lebih dahulu mengalami. Begitu juga jika ada kotoran, sampah atau bangkai. Ban yang pertama kali merasakan langsung.

Bang Iwan mesti hidup jauh dari orangtua, untuk mencicipi pendidikan di SMA dengan bekerja sebagai pencuci mobil dan motor. Namun Ijazah yang diraih dengan biaya sendiri itu, menemui keterbatasan pilihan pekerjaan. Bang Iwan memutuskan sebagai penambal Ban. Profesi yang jarang dilirik anak muda saat itu hingga kini, kan?

Peralatan Tambal Ban Api milik Bang Iwan (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Peralatan Tambal Ban Api milik Bang Iwan (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Ketiga. Bersedia Menanggung Beban.

Ban bersedia menanggung beban seberat apapun yang ditimpakan. Tenang saat kendaraan berupa motor atau mobil dalam keadaan diam, atau berjalan. Patuh saat kendaraan itu sarat muatan barang atau malah dalam keadaan kosong melompong.

Dengan memiliki beban tanggung jawab pada istri dan empat orang anak. Terkadang hanya ada satu atau dua kendaraan yang mengalami ban kempes atau menambah angin, Bang Iwan tetap tenang dan setia dengan pekerjaan itu. Hidup harus terus berjalan, tah?

Keempat. Tak Pernah Menolak.

Ban tak perlu sombong dan berat hati menolak permintaan dari pengendara. Ketika pedal rem diinjak, ban akan bersedia untuk berhenti. Sebaliknya, jika pengendara menginjak pedal gas, ban akan ikut melesat.

Pengalaman hidup dan lingkungan pergaulan, membentuk watak keras pada kepribadian Bang Iwan. Namun, Jika ada pelanggan yang butuh angin atau ban bocor tapi memang tak memiliki uang. Kata "gratis!" akan meluncur begitu saja. Tarif sepuluh ribu sekali tambal, tak berlaku.

Foto Meja kerja Bang Iwan untuk Tambal Ban Api (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Foto Meja kerja Bang Iwan untuk Tambal Ban Api (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Kelima. Rendah Hati.

Sangat jarang orang memuji atau menyigi keberadaan ban. Acapkali pujian itu terlontar untuk merek kendaraan keluaran terbaru, kekuatan mesin, keindahan dan beragam asesoris yang melekat. Padahal semua itu tak bermakna jika tanpa ban, atau bannya kempes, kan?

Bang Iwan, terbiasa dihadapkan pada pandangan sebelah mata atas profesinya. Tak hanya bekerja pada cuaca hujan maupun panas, cermat mencari beragam benda penyebab bocor. Juga kalem menjumpai bermacam lagak laku pelanggan yang "Bossy" dan ingin serba cepat.

Keenam. Membantu Mencapai Tujuan.

Pemilik kendaraan, entah mobil, motor, sepeda hingga perusahaan penerbangan, tak akan pernah ke mana-mana tanpa keberadaan ban. Ban menjadi unsur penting untuk membantu mencapai tujuan sebuah perjalanan.

Saat ini, anak tertua Bang Iwan sudah meraih sarjana dan menjadi guru. Anak kedua tahun pertama kuliah. Dua lainnya masih duduk di SD dan SMP. Apa keinginan Bang Iwan untuk anaknya? "Kerjaku memang tukang tambal ban. Tapi, anakku jangan sepertiku!"

Foto ruang kecil tempat Bang Iwan berjuang (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Foto ruang kecil tempat Bang Iwan berjuang (Dokumentasi pribadi zaldychan)
Terus?

Dalam hal tekad dan semangat, aku pribadi banyak belajar dari Bang Iwan. Bersenjatakan satu kotak kayu berisi aneka kunci, mesin kompresor, serta kompor gas dan tabung elpiji 3 Kg. Perjuangan menaklukkan aral rintang kehidupan dilalui dengan ketekunan.

"Pakwo Preman" adalah sapaan dari anak-anakku untuk Bang Iwan. Namun, mereka akan otomatis bertukar salam jika bertemu. Alasan anak-anakku sederhana. Setiap kali ban sepeda mereka kurang angin atau bocor, uang anakku tak laku.

"Pakwo Preman tak pernah mau dibayar, Yah!"

"Kan, Ayah lebih preman, Nak?"

"Ayah lebay!"

Pangkalan tambal ban itu menempati ruang kecil, berlokasi persis di depan Masjid Aljihad Curup, bersebelahan dengan warung kopi yang nyaris setiap pagi kudatangi. Untuk saling bertukar cerita apa saja sambil menikmati segelas kopi. Ada yang berminat?

***

Curup, 11.02.2021

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun