Pertama. Konsisten
Mari tak berdebat tentang konsistensi ban. Bentuknya selalu bundar. Entah dipasang pada motor, mobil, gerobak, becak, bajaj hingga pesawat. Pokoke blas, bunder! Tak ada yang berminat menggunakan ban berbentuk segiempat, segitiga, atau jajaran genjang, kan?
Konsistensi itu juga ditunjukkan Bang Iwan. Kukenal sejak masih bujangan, menikah, hingga memiliki 4 orang anak. Tambal Ban adalah profesi inti. Setiap hari, Bang Iwan akan membuka lapaknya sejak pukul tujuh pagi, dan tutup jelang maghrib.
Kedua. Bertahan Melalui Medan Berat.
Ban tak pernah ajukan protes. Sesuai dengan fungsinya. Melewati jalan berlubang, aspal yang panas, berlumpur hingga banjir. Maka, ban yang lebih dahulu mengalami. Begitu juga jika ada kotoran, sampah atau bangkai. Ban yang pertama kali merasakan langsung.
Bang Iwan mesti hidup jauh dari orangtua, untuk mencicipi pendidikan di SMA dengan bekerja sebagai pencuci mobil dan motor. Namun Ijazah yang diraih dengan biaya sendiri itu, menemui keterbatasan pilihan pekerjaan. Bang Iwan memutuskan sebagai penambal Ban. Profesi yang jarang dilirik anak muda saat itu hingga kini, kan?
Ban bersedia menanggung beban seberat apapun yang ditimpakan. Tenang saat kendaraan berupa motor atau mobil dalam keadaan diam, atau berjalan. Patuh saat kendaraan itu sarat muatan barang atau malah dalam keadaan kosong melompong.
Dengan memiliki beban tanggung jawab pada istri dan empat orang anak. Terkadang hanya ada satu atau dua kendaraan yang mengalami ban kempes atau menambah angin, Bang Iwan tetap tenang dan setia dengan pekerjaan itu. Hidup harus terus berjalan, tah?
Keempat. Tak Pernah Menolak.
Ban tak perlu sombong dan berat hati menolak permintaan dari pengendara. Ketika pedal rem diinjak, ban akan bersedia untuk berhenti. Sebaliknya, jika pengendara menginjak pedal gas, ban akan ikut melesat.