"Ke masjid, Pak!" Sahut Azki sambil menunjuk ke seberang jalan. Pak Gatot mengangguk mengerti. Pandangannya mengarah ke gerbang Masjid.
"Bapak tinggal di mana?"
Pertanyaan Dedi mengalihkan perhatian Pak Gatot dari Azki. Keduanya pun melanjutkan percakapan yang tadi terputus. Mereka hanyut dalam pembicaraan.
Perlahan, Azki berbalik badan. Menyeberangi jalan menuju masjid. Senyum Azki semakin mengembang. Aisyah? Ujian SMP? Berarti anak Pak Gatot seusia denganku?
***
Udara sore semakin lembut. Namun pasar semakin ramai oleh pedagang yang biasa berjualan malam hari di sepanjang trotoar pinggir jalan.
Azki memandang ke kios. Dedi dan Pak Gatot terlihat masih terlibat dalam pembicaraan serius.
Mang Amin sedang menyapu halaman masjid. Matanya meminta Azki untuk bersegera. Azki melangkah lebih cepat sambil tersenyum.
Tepat di depan mihrab. Azki menyelesaikan rakaat terakhirnya lebih lama. Doanya lebih panjang. Ia tertunduk. Ada tangis tertahan. Ya Allah. Tunjukkanlah jalan-Mu.
Lima belas menit berlalu. Azki masih tertunduk. Bahunya naik turun. Sudah setengah jam, Azki belum juga keluar dari masjid.
Mang Amin menghentikan pekerjaannya. Mengedarkan pandangan ke arah mihrab, tempat biasanya Azki salat. Azki masih tertunduk. Mang Amin menghampiri.