Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Selamat Jalan, Daeng! Akhirnya, Kau Leluasa Diskusi tentang Diksi Puisi

21 Januari 2021   17:37 Diperbarui: 21 Januari 2021   20:13 1094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berita Kepergian Kompasianer Arman Syarif (sumber gambar: HMJ PPKn FIS UNM, via akun Kompasiana Ahmad Abni)

Setahuku, terakhir meluncurkan buku "Republik yang Sedang Oleng". Berisi kumpulan esai menyigi tentang dinamika terkini Republik. Telaah buku Daeng ini bisa dibaca pada refleksi Sulhan Yusuf sebagai pembincang dalam bedah buku itu. (Baca di sini) 

Sebagai sosok suami, Daeng menjalani hubungan pernikahan jarak jauh. Secara bercanda, kubilang Daeng sedang melanjutkan pendidikan S3 (Setiap Sabtu Setor). Beberapa kali puisinya mengisyaratkan, hal itu sebagai "medan juang" untuk istri dan seorang putri yang cantik.

Karena "berjauhan" dengan keluarga kecuali di akhir pekan. Daeng terkadang mengisi waktunya bersama teman dan siswanya dengan bermain musik. Daeng seorang lead guitar. Beberapa kali rekamannya dibagikan di grup KPB juga di kanal Youtube.

Berita Kepergian Kompasianer Arman Syarif (sumber gambar: HMJ PPKn FIS UNM, via akun Kompasiana Ahmad Abni)
Berita Kepergian Kompasianer Arman Syarif (sumber gambar: HMJ PPKn FIS UNM, via akun Kompasiana Ahmad Abni)
Selamat Jalan, Daeng!

Aih! Aku tak bisa menyelesaikan tulisan ini. Terlalu banyak kesan yang hanya bisa kusimpan, dan sangat terlambat kuujarkan untuk seorang teman. Puisi terakhir berjudul "Bapak Tua Belum Pensiun" baru dua hari lalu (18/01/2021) kubaca. Ditujukan untuk sosok guru yang dihormatinya.

Bapak tua memang terbiasa lupa demi nanti
selagi daftar nyeri tak membuntuti
tiada yang sanggup melucuti

Bapak tua belum jua pensiun berbakti
sebab api tungku di dapur selalu mati

Selamat Jalan, Daeng! Kau tak bisa seperti sosok dalam puisi terakhirmu. Tak sempat tua dan pensiun. Daftar nyeri itu sudah terlucuti waktu. Kau lakukan bagianmu dengan caramu. Tak kubiarkan api tungku itu sepi. Akan kujaga dengan caraku.

Berbahagialah! Kau leluasa berdiskusi tentang diksi puisi dengan Tuhanmu!

Curup, 21.01.2021
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun