Setahuku, terakhir meluncurkan buku "Republik yang Sedang Oleng". Berisi kumpulan esai menyigi tentang dinamika terkini Republik. Telaah buku Daeng ini bisa dibaca pada refleksi Sulhan Yusuf sebagai pembincang dalam bedah buku itu. (Baca di sini)Â
Sebagai sosok suami, Daeng menjalani hubungan pernikahan jarak jauh. Secara bercanda, kubilang Daeng sedang melanjutkan pendidikan S3 (Setiap Sabtu Setor). Beberapa kali puisinya mengisyaratkan, hal itu sebagai "medan juang" untuk istri dan seorang putri yang cantik.
Karena "berjauhan" dengan keluarga kecuali di akhir pekan. Daeng terkadang mengisi waktunya bersama teman dan siswanya dengan bermain musik. Daeng seorang lead guitar. Beberapa kali rekamannya dibagikan di grup KPB juga di kanal Youtube.
Aih! Aku tak bisa menyelesaikan tulisan ini. Terlalu banyak kesan yang hanya bisa kusimpan, dan sangat terlambat kuujarkan untuk seorang teman. Puisi terakhir berjudul "Bapak Tua Belum Pensiun" baru dua hari lalu (18/01/2021) kubaca. Ditujukan untuk sosok guru yang dihormatinya.
Bapak tua memang terbiasa lupa demi nanti
selagi daftar nyeri tak membuntuti
tiada yang sanggup melucuti
Bapak tua belum jua pensiun berbakti
sebab api tungku di dapur selalu mati
Selamat Jalan, Daeng! Kau tak bisa seperti sosok dalam puisi terakhirmu. Tak sempat tua dan pensiun. Daftar nyeri itu sudah terlucuti waktu. Kau lakukan bagianmu dengan caramu. Tak kubiarkan api tungku itu sepi. Akan kujaga dengan caraku.
Berbahagialah! Kau leluasa berdiskusi tentang diksi puisi dengan Tuhanmu!
Curup, 21.01.2021
Zaldychan
[ditulis untuk Kompasiana]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H