Azki anggukkan kepala. Kemudian mulai berlari mengelilingi halaman sekolah. Kedua tangannya di belakang kepala. Mulutnya komat-kamit. Dan setiap melintasi ruang guru terdengar teriakan angka.
Â
"Satu!"
"Lima!"
"Tujuh!"
"Sebelas!"
Azki masih berlari. Bahkan semakin cepat. Teriakannya pun keras dan bersemangat. Sosokya, segera saja menjadi tontonan siswa kelas dua dan tiga, beserta dewan guru yang sudah selesai melaksanakan pesta demokrasi di kelas masing-masing.
Ada yang tersenyum geli, tertawa bahkan berteriak memberi semangat. Tapi, ada juga yang terlihat iba dan kasihan. Apalagi anak kelas satu. Di benak mereka punya pendapat sama, "pagi-pagi, Mr G sudah memakan korban!"
"Dua puluh!"
Lagi, teriakan keras terdengar. Azki pun berhenti berlari.Â