Sengaja kualihkan ingatan Mak Ijah, sambil menunjuk barisan pagar seng yang dilihat Mak Ijah.
"Bilangnya, dulu akan dibangun terminal. Tak lama terjadi demo, karena dibangun Mall."
"Oh! Kenapa tak..."
"Sejak lima tahun lalu, tak boleh ada kegiatan. Masih sengketa lahan."
Jari telunjuk tangan kiri Mak Ijah menunjuk satu papan pemberitahuan tentang status lahan, di bekas bangunan tua Belanda.
***
Suara mengaji sayup terdengar. Di arah barat, semburat jingga senja terlihat. Mak Ijah bangkit dari duduk di hadapku, bergegas membereskan barang-barang dagangan.
"Berapa, Mak?"
"Gak usah bayar! Tapi, kamu bantu pindahkan gerobak Mak ke jalan, ya?"
"Lah? Biasanya..."
Aku melihat perubahan tiba-tiba di raut wajah Mak Ijah. Mak Ijah memulai cerita, suaminya dulu bekerja saat pembangunan mall itu. Saat demo, tiba-tiba area kerja dipenuhi massa. Suami Mak Ijah Terkejut, kemudian terjatuh dari lantai dua. Dan meninggal satu minggu setelahnya.