Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Kau adalah Jawaban dari Ketakutanku

15 Oktober 2020   22:02 Diperbarui: 17 Oktober 2020   19:57 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by Pixabay.com/Beccalee

"Yang paling kutakuti adalah kesendirian, Mas!"

Kembali, sepi merajah kamar tidur. Kurasakan basah di bahuku. Dan tak perlu kutanyakan sebab. Beningmu setia menemani kalimat itu.

Berulang kali kau ucapkan. Hingga memasuki tahun ketiga pernikahan. Aku lebih memilih diam sebagai jawaban. Namun kau tahu, aku tak akan membiarkanmu dalam kesendirian.

"Minum ini dulu, ya?"

Aku terlatih menekan rasaku, sejak pertama kali mengenalmu.

***

Pagi itu. Hari pertama kau dan aku bertemu. Di ruang kepala sekolah. Bu Asri memintamu ikut mengajar. Dan aku ditugaskan oleh kepala sekolah itu untuk membantumu. Sebagai guru honor, permintaan kepala sekolah adalah perintah bagiku.

Dua hari sebelumnya, Bu Asri sudah bercerita, akan ada guru baru. Sesudah pertemuan itu, aku merasa jika beliau sangat mengenal sosok baru itu. Tapi aku tak menduga, jika secantikmu.  

"Dia baru selesai kuliah. Aku titipkan padamu, ya?"

"Siap, Bu!"

"Kalian mirip! Semoga berjodoh!"

Aku mengingat wajahmu yang langsung tertekuk. Akupun merasakan hangat di wajahku. Dan, aku masih mengingat kalimat Bu Asri, saat memacu langkah dengan terburu meninggalkan ruangan.

"Hei! Baru saja dititip, malah pergi sendirian!"

***

Kisah lucu pada pertemuan itu, menjadi satu-satunya hiburan jika kau dan aku mengenang sosok Bu Asri. Tak hanya kepala sekolah dan panutan bagi semua guru. Tapi Beliau adalah Ibu angkatmu.

Dari ceritamu, aku jadi tahu. Jika Bu Asri adalah donatur tetap Panti Asuhan. Tempat berlindungmu.

"Aku sering ke rumah Bu Asri. Tapi tak pernah melihatmu!"

"Kan aku tinggal di Panti?"

"Bukannya, di Panti hanya batas usia SMA?"

"Iya. Tapi Bu Asri berjanji, kuliahku dibiayai, jika tetap mau tinggal di panti."

Aku tak pernah ingin tahu tentang kedua orangtuamu. Pun, tak akan kutanyakan itu. Namun penasaranku terjawab, bagaimana caramu menyelesaikan kuliah.

Kepergian Bu Asri yang tiba-tiba, padahal baru tiga bulan mengajar. Membuatmu goyah. Kau kehilangan sosok yang melindungimu. Itu salah satu alasan nekatku memintamu menjadi istriku. Satu tahun setelah kepergian itu.

Aku mengingat tangismu, usai kuucapkan ijab kabul di hadapan beberapa orang pengurus panti. Sebagai wali sekaligus saksi.

Akupun mengingat tulisan tanganmu pada secarik kertas kecil. Yang sengaja kau letakkan di atas sajadah. Sebelum melaksanakan sholat isya berjamaah. Pada malam pertama, kau dan aku sebagai suami istri.

"Terima kasih, Mas! Aku tak mau berjanji. Sejak hari ini kupasrahkan hidupku, padamu."

***

Kau menangis, saat kuminta berhenti mengajar. Agar lebih banyak waktumu merawat puluhan anak Panti. Tak hanya itu, kuingin tubuhmu tak terlalu lelah. Agar anganmu menjadi seorang ibu tercapai. Merasakan melahirkan dan membesarkan anak yang hadir dari rahimmu.

"Aku merasa berutang, Mas! Karena..."

"Di sana. Bu Asri pasti akan mengerti."

"Tapi..."

"Biar aku yang melunasi!"

Dan itu kubuktikan. Kau berhenti mengajar. Akupun berhenti menerima honor walau tetap mengajar. Kau sibuk mengurus Panti, aku sibuk mencari pemasukan pengganti.

***

"Mas, tadi ada Dokter Sinta, meminta anaknya diajari privat!"

"Hah! Sudah tahu jawabannya, kan?"

"Aku boleh, kan? Dokter Sinta juga donatur Panti, Mas!"

Kau pasti mengerti keputusanku tak akan pernah melakukan itu. Karena itu masalah prinsip dalam hidupku. Namun, aku tak pernah tahu, alasan di balik permintaanmu itu. Biar mengobati kerinduanmu untuk kembali mengajar. Kuturuti inginmu.

Sore tadi, tak lagi mampu kau sembunyi. Dokter Sinta meneleponku, jika kau pingsan saat memberikan privat di rumahnya. Sekaligus menceritakan riwayat penyakit maag kronismu.

Satu rahasia terbuka tentang privat anak Dokter Sinta. Selama ini ada perjanjian, Kau mengajari dan dokter mengobati. Kusadari, itu caramu mengurangi bebanku.

***

Kau terlelap usai meminum obat. Tiga tahun pernikahan, belum cukup waktuku untuk lebih jauh mengenalmu. Aku hanya mengingat ketakutanmu. Kesendirian.

Malam ini, biarkan aku menjagamu dengan doaku. Kau adalah jawaban dari ketakutan seumur hidupku. Kesepian.

Curup, 15.10.2020

zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana dan Kompasianers]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun