Lupa itu menyelamatkan sekaligus menjerumuskan. Bukan saja dari perihnya ingatan, tapi akibat-akibat yang muncul mengikuti pulihnya ingatan.
Kata lupa sudah terlanjur dipenjara sebagai lawan dari kata Ingat. Jika seseorang kesulitan mengingat, maka dia akan dijuluki Pelupa. Namun jika selalu mengingat, tak otomatis dianggap si Pengingat. Kecenderungan frasa yang digunakan, "tidak mudah lupa".
Ada yang bilang, lupa itu anugerah bagi manusia. Untuk menyadarkan setiap orang, jika mereka tidak superior dan memiliki ingatan terbatas. Manusia suci sekalipun, pernah mengalami lupa.
Lupa dan Sampah Ingatan
Coba bayangkan, jika tak ada kata lupa. Maka, setiap orang mengingat semua peristiwa yang dilalui dan dialami seumur hidupnya. Â Itu pasti luar biasa!
Mengingat persis bekas luka di tubuh serta sebab-sebab luka itu pernah ada, juga obat ampuh yang menjadikannya sembuh. Ingat jenis makanan yang masuk ke mulut sejak kenal uang jajan. Mengingat nama-nama teman sekelas sejak Taman Kanak-kanak hingga selesai kuliah.
Ingatan demi ingatan kemudian bertumpuk. Ingatan lama ditutupi ingatan baru. Ingatan baru kembali ditutupi ingatan terbaru. Terus saja begitu. Bertahun bahkan puluhan tahun berlalu. Semakin banyak ingatan baru, akan semakin banyak Ingatan lama yang tertutupi.
Jika terus dibiarkan, tumpukan ingatan itu bahkan mampu menjelma sebagai "sampah ingatan".
Menjadi api yang sanggup membakar diri atau berubah wujud menjadi belati yang bisa melukai hati. Tak hanya diri sendiri tapi juga orang lain. Dengan alasan itu, kukira, manusia butuh kata lupa. Semisal melupakan sikap buruk juga kesalahan-kesalahan yang dilakukan sendiri atau orang lain.