Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Terkadang, Menulis Itu Bukan Saja tentang Ide

5 Juni 2020   23:23 Diperbarui: 6 Juni 2020   00:17 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Awalnya, usai magrib aku masih belum mendapatkan ide untuk menulis. Buat menggali ide,  secara acak, kubuat satu pertanyaan singkat, dan kubagikan pada beberapa grup.

"Adakah pencapaian pribadi yang dirasakan sejak mulai covid-19?"

Ada grup yang menanggapi serius, adem ayem, juga ada yang malah menjawab dengan becanda.

"Banyak waktu berkualitas buat keluarga, Pak!"

"Tubuh semakin berbobot, Bang!"

"Bibit saledri yang kemarin dirampok 2 pot, udah jadi 12 pot!"

"Si Ani (bukan nama sebenarnya) positif hamil, Om! Hihi..."

Aih, begitulah resiko kalau memberikan pertanyaan terbuka tanpa kisi-kisi, ya? Lalu lintas percakapan grup semakin seru, tapi gak "menolong" menggali ide untuk satu tulisan. Hiks....

Akhirnya. Aku terpaksa membuka catatan di ponsel. Biasanya, usai membaca buku atau artikel, jika menemukan hal yang kuanggap "ajaib", akan aku tuliskan kata kuncinya. Kenapa terpaksa? Karena catatan itu menjadi "gudang amunisi", jika aku benar-benar mentok!

Baru saja membuka dan membaca beberapa catatan di ponsel, ada pesan masuk via aplikasi Whatsapp dari seorang teman yang tinggal jauh dari Indonesia, gegara tugas kuliah.

"Maaf lahir batin, Bro!?"

"Hei! Sama-sama!"

"Apa kabar anak-anak?"

"Hamdallah sehat! Itu, lagi gotong-royong cuci piring! Haha..."

"Hati-hati! Nanti dianggap abusive parent!"

Selanjutnya, saling berbalas chat terjadi. Dari bertanya kabar keluarga masing-masing, membahas tentang kendala kuliahnya, dan tentu saja berbincang tentang wabah corona serta isu terkini dalam negeri.

Karena teman dari jauh, apalagi dua tahun gak pernah ketemu, maka aku layani pembicaraan ngalor-ngidul itu. Kuikuti saja arah pembicaraan temanku yang rindu kampung halaman, dan gak bisa pulang. Bukan karena corona, namun alasan kuliah yang belum kelar! Ahaaay...

Tapi, pikiranku tak sepenuhnya pada isi pembicaraan. Sebagai orang kampung yang tinggal di Kaki Bukit Barisan dan di pedalaman Sumatera, mataku agak sensitif dengan bahasa asing yang hadir di awal percakapan.

Jadi, sambil terus membalas pesan, diam-diam (padahal gak ada juga yang tahu, kan?) Aku tulis di catatan ponselku dengan huruf kapital "ABUSIVE PARENT".

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Harapanku, nanti setelah selesai percakapan. Aku akan segera cari tahu. Apa hubungannya anakku gotong royong mencuci piring dengan abusive parent itu!

Sebab, yang aku tahu dan sudah pernah menulisnya di Kompasiana adalah tentang Toxic Relationship dan Toxic Parent. Kedua toxic itu, terkadang tanpa sadar acapkali dilakukan dalam hubungan pertemanan, antar pasangan, atau dalam pola asuh orangtua terhadap anak.

Akupun merasa kurang sopan, jika menanyakan itu di arus percakapan. Karena sebagai teman lama yang jauh di rantau, tentu saja temanku, tak berniat membahas tentang istilah yang bagiku ajaib itu, kan?

Nyaris 1 jam, saling berbalas pesan terus berlanjut. Kali ini, lebih cenderung sebagai keluhan dan curhatan. Dan aku tentu saja tak pantas menuliskan hal itu di sini, kan? Maka, kuberikan keleluasaan bagi temanku buat bercerita "tentang saya".

Sesekali aku merespon curhatan temanku. Beberapa kali juga tanggapanku gak nyambung! Namun, karena berbakat ngeles, aku kembali berusaha fokus menyimak pembicaraan satu arah itu.

Jemariku udah gatal mau cari arti sebenarnya dari Abusive Parent. Beberapa kali mencoba, gagal terus! Selain faktor hujan yang memang seringkali membuat jaringan lemot, juga pesan-pesan terus saja menghujani ponsel jadulku.

Illustrated by pixabay.com
Illustrated by pixabay.com
Nah! Setelah hampir dua jam, baru ada tanda-tanda percakapan akan berakhir. Hingga momen yang kutunggu, segera terbaca di layar ponsel.

"Makasih, Bro! Udah jadi truk sampah!"

"Aman! Selalu sehat. Bereskan kuliah dulu!"

"Iya. Doakan, ya?"

"Pasti! Eh, boleh nanya, kan?"

"Apa?"

"Abusive Parent itu maksudnya apa Bro?"

"Di Indonesia gak ada Google? Haha..."

Begitulah. Hingga tulisan ini kubuat, aku belum mengerti makna sebenarnya dari istilah Abusive Parent. Yang aku fahami adalah abusive relationship atau kekerasan dalam hubungan! Dan temanku sudah melakukan kekerasan itu di ranah digital. Setelah kudengar curhatnya, malah gak jawab pertanyaanku. Caranya pun bikin rada semriwing. Hiks..

Tapi, aku jadi mendapatkan ide sebagai modal awal untuk menjadi satu tulisan. Gudang amunisi  di catatan ponselku bertambah satu! Kalau ditanya kapan mau menulisnya? Jawabanku, gak tahu!

Setidaknya, aku sudah menulis satu tulisan hari ini. walau tak mendapatkan ide, kan? Ahaaay...

Curup, 05.06.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun