Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Anakku Sukar dan Tak Suka Membaca?

2 Juni 2020   23:49 Diperbarui: 3 Juni 2020   01:46 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Anak membaca di rumah baca Manggarai Timur, NTT (Sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)

"Anakku sudah kelas 3 SD, Belum lancar membaca, Bang!"

 "Anakku udah lancar membaca, Tapi belum mengerti yang dibaca!"

"Practice make Perfect". Praktek menjadikan sempurna. Kalimat Ini menjadi kredo umum,pada beragam aspek aktivitas. Begitu juga dalam literasi yang lebih erat pada kegiatan "Membaca dan Menulis". Kali ini, aku mau menulis tentang membaca aja, ya?

Membaca di sini,  makna harfiah dari kata itu, yaitu membaca yang tertulis. Tak berkaitan dengan "membaca" tanda-tanda akhir zaman, atau membaca rezeki, jodoh serta maut atau membaca hati seseorang.

Terlepas dari hubungan mesra saling untung (simbiosis mutualisme) antara membaca dan menulis, beberapa kali, aku mendapatkan ungkapan (cenderung keluhan) yang berkaitan dengan "permasalahan" membaca.

Kalimat-kalimat di atas tadi, kutemukan dalam diskusi di grup parenting. Beberapa intisari diskusinya, aku tulis saja di sini, ya?

Iluustrasi Mengenalkan anak membaca sejak dini (sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)
Iluustrasi Mengenalkan anak membaca sejak dini (sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)
Pada Mulanya, adalah Saat Memulai Belajar Membaca

Ada yang bilang, membaca itu jendela dunia. Dan sila berselancar dan cari dengan kata kunci "manfaat membaca". Akan ada ribuan artikel tentang itu, plus trik cara efektif membaca.

Balik pada keluhan, kenapa anak-anak saat di sekolah dasar, sukar membaca?

Asumsiku, bisa jadi, saat duduk di kelas 1 SD, guru terlupa menceritakan "manfaat" jika bisa membaca. Atau, orangtua di rumah juga, juga lupa membekali pemahaman itu.

Jadi, ketika tatap muka di kelas, sesudah perkenalan, langsung membuka buku pelajaran. Dan seharian  anak dikenalkan aneka huruf!

Kukira, sama saja seperti berjalan tanpa tujuan, tah? Karena anak terlupa diberikan "asupan gizi", apa gunanya mereka mesti belajar membaca?

Tahapan ini diperparah lagi. Karena konsep belajar sekolah dasar kita menerapkan konsep CALISTUNG (Membaca, Menulis dan Berhitung) di saat bersamaan. Jejangan, benak anak menjadi "kusut" menerjemahkan 3 kegiatan tersebut, tah?

Iustrasi Kebahagiaan anak melakukan kegiatan membaca, mungkinkah memahami? (sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)
Iustrasi Kebahagiaan anak melakukan kegiatan membaca, mungkinkah memahami? (sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)
Mampu Membaca, Tapi Sukar Mengerti yang Dibaca?

Dahsyatnya, sekarang, malah saat TK sudah ditargetkan bisa membaca dan menulis. Lembaga  pendidikan usia dini yang mampu menghasilkan lulusan bisa membaca, menulis apalagi mengaji memiliki posisi tawar tinggi.

Orangtua pun, akan bangga, ketika anaknya saat masuk sekolah dasar, sudah memiliki kemampuan tersebut.  Tapi, banyak anak yang mampu, Bang! Lah, iya! Kan anak-anak melakukan itu, sama seperti melangkah. Tapi, belum tahu, alasan mereka mesti melangkah?

Akan menjadi kendala, adalah seperti keluhan kedua. Ketika, anak-anak mulai diajak berfikir dan berhadapan dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana untuk menjelaskan dari apa yang mereka baca.

Sila dengarkan kejengkelan guru SD bahkan SMP, saat di kelas atau mengoreksi hasil ujian. Pertanyaannya lain, jawaban lain lagi.

"Padahal soal itu diambil dari buku, Bang!"

"Parah, Bang! Padahal jawabannya, udah ada di pertanyaan!"

Tuh! Anak-anak, bisa saja cepat dan mampu untuk membaca dan menulis. Tapi, belum tentu mereka memahami dari apa yang mereka baca dan mereka tulis, tah? Atau, malah salah mengerti pertayaannya? Sehingga jawabannya pasti salah!

Kalau yang pernah jadi guru, akan mengalami hal semisal, memberi tugas ke siswa membuat ringkasan 1 bab pelajaran yang berisi 5-10 halaman. Berapa lembar hasil ringkasan siswa? 3-5 halaman, tah?

Bayangkan, jika kondisi demikian terus terbawa hingga dewasa? Kemudian tahapan mereka berikutnya, menuntut usai membaca kemudian harus menulis? Terus bagaimana, caranya membaca dan bisa mengerti bacaan?

Ilustrasi Anak membaca di rumah baca Manggarai Timur, NTT (Sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)
Ilustrasi Anak membaca di rumah baca Manggarai Timur, NTT (Sumber gambar : https://edukasi.kompas.com)
Sedikit tentang Metode Membaca secara Bebas dan Sengaja (MBS)

Aku pernah baca satu artikel. Jika akhir tahun 80-an. Ada gerakan "melek huruf" di Amerika. Misinya memberantas 3 Buta. Bukan pada pemberantasan Membaca, Menulis dan Berhitung seperti yang dikenal di sini.

Tapi 3 buta itu adalah : Buta Membaca, Buta Menjelaskan yang dibaca dan Buta Menuliskan yang dibaca. Salah satu metode yang dikenalkan adalah, Membaca secara Bebas dan Sengaja (MBS) atau istilah kerennya free voluntary reading [FVR]).

Kajian metode ini, melakukan riset dengan mengajak beberapa anak, untuk bebas membaca buku apa saja, dan  menentukan sesuka mereka. Namun disengaja dengan cara mengalokasikan waktu yang rutin.

Semisal di Sekolah Dasar, saat pelajaran membaca, anak-anak diajak ke perpustakaan. Silakan anak memilih buku bacaan sesuka mereka selama jam pelajaran. Tak ada kewajiban buat menuliskan ringkasan, atau melaporkan isi buku yang sudah dibaca kepada guru.

Guru tak meminta refleksi hasil bacaan dari anak. Targetnya, bagaimana anak-anak memahami, jika membaca itu menyenangkan, tanpa beban harus melakukan ini, atau harus membaca buku ini dan itu. Pokoke membaca bebas.

 Selain itu, membiarkan anak "menemukan sendiri" perbedaan jenis bacaan! Bukan saja perbedaan berdasarkan rumpun keilmuan, namun juga gaya tulisan dan sajian penulisan dari setiap buku yang dibaca.

Setelah 4 tahun melakukan riset, diakhir penelitian, anak-anak diminta menulis apapun versi mereka. Beberapa kesimpulan yang diungkapkan, ternyata, mayoritas anak yang mengikuti metode MBS ini, lebih "lentur" saat menulis.

Lebih rapi dalam penyajian tulisan, memiliki variasi kosa kata yang kaya, serta mampu memilih diksi yang gampang difahami, dan terbebas dari tuntutan gramatikal tata bahasa, yang terkadang menjadi faktor penghambat dalam menulis.

Lah? Kenapa jadi menulis? Alasan logisnya, alasan dan gaya menulis terbentuk dari membaca! Karena, variasi bacaan mempengaruhi seseorang saat menulis.

Dokpri
Dokpri
Cerita Anakku

Aku pribadi, jadi ingat ketiga anakku. Saat usia dua hingga tiga  tahun, dengan niat, biar mengenal bentuk benda, warna juga huruf, aku belikan buku-buku bergambar yang tulisannya sedikit. Semisal gambar seekor bebek dan gambar mobil. 

Apa yang terjadi? Anakku  malahan "membaca" gambar. Ada saja, bahan cerita yang diujarkan sebagai bukti ia membaca, yang berhubungan dengan bebek dan mobil. Dan, cerita itu akan berubah, setiap hari seiring kejadian yang dialaminya.

Misalnya, hari ini, mungkin akan berujar, "bebek naik mobil".  Dan, esok hari akan berubah, "Bebek naik mobil membeli sayur ke pasar". Karena pagi itu, anakku ikut ke pasar membeli sayur.

Dan bisa saja berubah, menjadi "Bebeknya sakit, terus naik mobil ke puskesmas. Biar diobati dokter" karena sang anak, dibawa berobat ke puskesmas, tah?

Kukira, mengubah pola belajar membaca, di lembaga pendidikan akan rumit dan sulit, tah? Namun metode MBS ini, bisa dengan mudah diterapkan di rumah. Dekatkan anak dengan bacaan, sediakan waktu membaca bersama. Tunggu saja hasilnya.

Hayuk, membaca!

Curup, 02.06.2020

Zaldychan

[Ditulis untuk Kompasiana]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun