Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Buku Tobat Ibu

17 Mei 2020   05:15 Diperbarui: 17 Mei 2020   05:51 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai sholat maghrib, wajah Ibu terlihat kusut. Tergesa membereskan sajadah, segera bergegas masuk ke kamar.

Bagi wanita usia 82 tahun, menyendiri dan mengunci diri di kamar bukanlah hal yang aneh. Namun hingga sholat isya, ibu tak ada di barisan jamaah. Belum kudengar penjelasan dari seisi rumah, penyebab ibu berlaku seperti itu.

Istriku hanya tersenyum, mengerti raut wajahku yang penuh tanya. Sekilas matanya melirik pada Azam, anak lelaki satu-satunya, yang masih khusyu' berdoa di sebelahku. Itu adalah isyarat untukku.

Setelah berdoa, Azam bertukar salam denganku juga ibunya. Kupeluk Azam. Bocah kelas satu SD itu memeluk leherku erat. Kurasakan tubuhnya bergetar pelan. Kubiarkan tangisan itu menemukan jeda.

"Ada apa, Nak?"

"Nenek marah sama Azam, Yah!"

Kali ini, tangisan lelakiku tak lagi dengan diam. Dua lengan mungil itu, kembali merengkuh erat leherku.

"Kenapa Nenek marah?"

"Buku Ramadan Nenek hilang! Azam juga punya, kan?"

Tak lagi ada  suara, airmata melengkapi rasa bersalah Azam. Juga sebagai jawaban, kenapa Ibu bersikap begitu.

***

"Mau berangkat kerja? Nanti belikan ibu buku Ramadan, ya?"

"Kan banyak, Bu?"

Telunjukku mengarah ke rak buku. Kepala Ibu menggeleng. Wajahnya tersenyum, sambil memegang lenganku, suaranya terdengar pelan.

"Bukan buku bacaan! Tapi buku ramadan seperti kebiasaanmu kecil dulu!"

Saat itu, walau masih menyimpan tanya, kukabulkan permintaan ibu. 

Tujuh tahun berlalu, Membeli Buku Ramadan untuk ibu menjadi kebiasaanku. Apalagi saat ibu tak lagi bisa sholat berjamaah di masjid. Selain jarak, mungkin tak mau merepotkanku yang sering mengantar dan menjemput ibu.

Sejak tahun ini, karena Azam mulai bersekolah, aku membeli dua buku ramadan. Satu untuk Azam, satu lagi buat ibu. Dari percakapan dengan Azam, aku dengar. Ibu menganggap buku itu adalah Buku Tobat.

Sebagai mantan guru, ibu mengisi buku tobat itu dengan rapi. Jadual shalat, disesuaikan dengan jadual imsakiyah yang sengaja kutempelkan pada lemari kaca di kamar tidur ibu.

Begitu juga dengan penceramah dan ringkasan materi ceramah, ibu isi dari acara tausiyah yang beliau tonton di televisi. Bisa Mamah Dedeh, Qurais Shihab atau Aa Gym. Atau kajian siapapun yang beliau dengar pada hari itu.

Ibu juga mengulang hapalan do'a sehari-hari, muraja'ah juz 'amma serta melakukan tadarusan Alqur'an sendiri. Ibu juga yang mengisi dam memberi paraf sebagai tanda jika itu sudah dilakukan. Tujuh tahun, selalu begitu. Saat Ramadan, selain Alqur'an, buku tobat adalah benda terpenting bagi ibu.

Maka, tak heran jika ibu berlaku seperti itu. Ketika buku tobatnya hilang. Hingga pukul 10 malam, ibu belum juga keluar dari kamar.

"Kenapa Mas beli buku yang sama dengan Azam?"

"Adanya itu? Bukannya buku tobat Ibu, biasanya diberi sampul?"

"Iya. Tapi Azam juga ingin begitu!"

"Hah? Sampulnya juga sama?"

"Iya!"

***

Pukul tiga dini hari, adalah kebiasaan ibu untuk bangun, shalat tahajud dan mengaji. Kemudian keluar kamar menuju dapur untuk membuat teh hangat. Kebiasaan ibu setiap malam dan sudah bertahun-tahun. Apalagi di bulan Ramadan, sepenuhnya waktu ibu dihabiskan untuk beribadah.

Berbeda kali ini. kedua tangan ibu penuh. Tak hanya segelas teh hangat. Namun juga sepiring nasi. Kukira sekalian untuk ibu sahur. Kulihat wajah ibu terkejut, malihatku berdiri di pintu dapur. Namun ada senyuman tersaji untukku.

"Ibu udah tahajud?"

"Belum! Ibu baru bangun. Padahal, tadi tidurnya cepat!"

"Iya. Dari sudah maghrib tadi, ibu..."

Kalimatku terhenti. Wajah ibu tiba-tiba berubah. Tak bersuara, segera melangkah menuju kamar. Kudengar suara pintu dikunci dari dalam.

***

"Ayaaah. Buku Nenek ketemu!"

Sambil berteriak, Azam berlari ke arahku, saat menjelang magrib aku pulang ke rumah. Wajahnya ceria, tangannya menggenggam Buku Ramadan. Istriku tersenyum, menyambutku di pintu rumah.

"Eits, bukan begitu! Azam membawa buku Nenek. Ternyata buku Azam terselip di bawah bantal, Mas!" Istriku meluruskan. Azam anggukan kepala, sambil memelukku. Kutatap wajah Azam.

"Azam minta maaf sama nenek, yuk?"

"Udah!"

"Anak pintar! Nenek mana?"

"Lagi nonton Aa Gym!"

Azam berlari ke dalam rumah. Istriku mengikuti langkahku ke ruang tengah, namun meneruskan langkah menuju dapur. Ibu sekilas menatapku sambil tersenyum, wajahnya kembali beralih ke televisi. Aku segera duduk di sebelah ibu.

"Ibu gak marah lagi, kan?"

Ibu kembali tersenyum. Tapi tanpa suara. Gerakan kepala ibu menjadi jawaban bagiku. Kubiarkan Ibu menyimak tausiyah di televisi. Akupun ikut menemani.

Lantunan ayat suci Alqur'an terdengar di pengeras suara masjid. Pertanda sesaat lagi tiba waktu berbuka. Istriku, juga Azam sudah berkumpul di ruang tengah. Mengikuti keseriusan ibu menatap layar televisi.

Perlahan, kubuka tas kerja. Mengeluarkan buku yang baru kubeli sebelum pulang. Namun gerakanku terlihat oleh ibu.

"Eh? Kau juga punya buku tobat?"

Tak sempat aku menjawab. Tangan ibu bergerak cepat membolak-balikkan isi buku. Mata Azam dan istriku, menatap ibu juga aku bergantian. Wajah ibu perlahan tertuju padaku. Mata teduh itu menatapku.

"Kenapa masih kosong? Sebagai pemimpin di rumah, kau seharusnya..."

Curup, 17.05.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun