"Harus sabar, kan? Biar segera bisa beli sarung dan daster!"
Plak! Plak! Plak!
**
"Maaf lahir batin, Mas! Besok puasa, kan?"
Aku terbiasa dengan pesan-pesanmu. Seakan kau sebagai alarm yang selalu mengingatkan, tak ada satupun momen yang terlewatkan.
"Iya, cantik! Mas juga minta maaf. Gara-gara corona, jadi tertunda beli sarung dan daster!"
***
Tiga hari kau tertidur. Terbaring dalam lelap yang damai di dalam ruang yang terkunci dengan aroma khas dan serba putih.
Kaca bening yang menghalangi mataku memandang mesin berwarna abu-abu di sebelah ranjang tempat tidurmu. Mengamati tiga garis yang bergerak lamban.
"Dokter!"
Teriakanku tertahan, melihat pergerakan di mesin berwarna abu-abu itu. Tanganku tak beraturan mengetuk kaca bening. Segerombolan dokter dan perawat bergegas melewati pintu menemuimu. Kusaksikan kesibukan yang menghalangiku menatapmu. Aku tahu, bukan wabah corona yang membuatmu koma.