Adaptasi fisik di awal bulan Ramadan, menjadi ukuran sederhana bagaimana kita menjalankan ibadah puasa, kan? Ketika tubuh "dipaksa" berhadapan dengan beragam perubahan yang musti dilakukan.
Apalagi, di kampungku, sejak Ramadan pertama disambut curah hujan. Datangnya bisa malam, pagi, siang atau sore hari. Hingga memasuk hari ke-5 ini, tiada hari tanpa hujan. Hiks..
Sesungguhnya, akumulasi kondisi ini acapkali "mengganggu" ibadah puasa, apalagi buat anak-anak. Adaptasi tubuh dengan ramadan itu butuh perjuangan, tah?
Bayangkan saja, musti bangun dini hari. Buat para ibu, mungkin sejak jam dua sudah mulai sibuk di dapur. Menjamin santap sahur keluarga tercinta. Â Usai sahur, langsung membereskan sisa.
Belum lagi sorenya, sudah bersiap untuk hidangan berbuka puasa, tah? Patah lagi ternyata sang ibu adalah, sosok ibu yang bekerja. Berapa banyak energi ibu yang tercurahkan atas nama kewajiban dan cinta? Â
Buat para ayah, beban domestik di rumah mungkin tak sepadat ibu. Namun ayah musti berusaha dan memberi jaminan, jika alokasi kebutuhan selama menjalankan ibadah puasa tercukupi, tah?
Anak-anak biasanya yang paling rawan di masa adaptasi ini. apalagi seperti anakku yang masih ada usia sekolah dasar. Terkadang kasihan juga, melihat wajah yang enak bermimpi dan tidur tapi dibangunkan buat makan sahur.
Begitulah. Setidaknya ada tiga adaptasi yang dilakukan di awal Ramadan. Perubahan yang dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi Ramadan. Apatah lagi tahun ini, Ramadan taak sebebas tahun-tahun sebelumnya.
Pertama. Adaptasi Waktu dan Aktivitas.
Karena selama Ramadan, jadual harian berpatokan pada waktu Imsak dan berbuka. Maka, suka atai tidak suka, akan da penyusunan serta penyesuaian ulang tentang alokasi waktu juga aktitas. Dan, ini tak semudah yang terucap.