Kusimak beberapa artikel teman-teman Kompasianer dengan tema Hari Bumi. Mengungkapkan hikmah positif dari wabah corona  Bumi bisa sejenak beristirahat hingga udara yang menjadi bersih karena dampak social distancing dan PSBB.
"Selalu ada hikmah dan pelajaran dari segala sesuatu", kalimat ini perlahan menyisir benak masyarakat. Begtu juga memaknai sudut pandang, "alam memiliki caranya sendiri untuk bertahan".
Kalimat itu terucap, usai hujan deras sejak dini hari hingga pagi, air meluap di bantaran sungai yang mengakibatkan banjir. Setidaknya 10 desa di kampungku terdampak banjir, termasuk rumah tetanggaku.
Merusak puluhan rumah dan menghanyutkan harta benda (Data masih dikumpulkan). Maka Ramadan tahun ini, menjadi sangat berbeda bagi mereka. Alam telah menyajikan caranya.
Belum lagi perilaku sebagian anggota masyarakat yang masih sering menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Membangun pemukiman di sekitar bantaran sungai yang memang "rawan" terdampak banjir.
Banyak panduan, pedoman cara berskap dan berperilaku kepada alam secara bijak, yang terpahat pada buku-buku. Mungkin, saatnya ketika hari ini menjadi hari buku, tak lagi membiarkan tersusun rapi sebagai koleksi dan berdebu.
Aih, Begitulah! Selalu mudah merujuk telunjuk atau nada tuduhan dengan mencari dan menelisik kesalahan. Ketika keinginan tak sejalan dengan keyataan yang dihadapi, kan?
Saat Ini...
Temans, walaupun suasana, cara dan merasakan Ramadan yang berbeda tahun ini. kukira, tak menjadikan hikmah dan makna Ramadan menjadi berbeda, kan?
Ramadan tetap menjadi bulan perenungan dan refleksi diri. Usai satu tahun melakukan pengembaraan jiwa dan raga. Mungkin saja pernah tersesat dalam "kubangan" salah dan dosa, namun merasa baik-baik saja.