Rindu aku menanti untuk bertemu ramadan lagi
Ingin aku berharap setiap hari ramadan lagi
Bulan yang suci penuh rahmat ampunan ilahi
Temans, lirik di atas kukutip dari lagu Marhaban ya Ramadhan (Rindu Ramadan) grup nasyid Ar Royan. Tentang ungkapan dan alasan rindu pada bulan Ramadan, bulan puasa.
Namun, pada tahun ini, makna kerinduan itu menjadi berbeda, jika terlalu berlebihan menggunakan kalimat "sangat berbeda".
Bagiku, ada dua pengertian kata berbeda untuk ramadan 2020 ini. Pertama, berbeda suasana walau melakukan kegiatan yang sama. Kedua, melakukan kegiatan yang sama sekali berbeda (kegiatan baru atau tak bisa dilakukan) seperti tahun lalu.
Biasanya, satu minggu menjelang Ramadan. Akan terlihat "kesibukan" yang seperti kalender musim. Ada yang sekedar membersihkan atau mengecat ulang rumah. Juga jamaah yang bergotongroyong membersihkan masjid dan musholla.
Para pedagang makanan yang bersiap berjualan menu berbuka puasa, pedagang pakaian yang menyiapkan stock untuk dipasarkan secara online dan offline saat ramadan. Gaungnya tak lagi sama.
Seperti sholat tarawih dan puasa yang sama. Kegiatan di atas masih tetap dilakukan, namun dengan rasa, suasana dan cara berbeda.
Shalat tarawih dilakukan di rumah. Tanpa bersua dengan jemaah yang lain. Apalagi malam pertama tarawih, biasanya adalah ajang berjumpa untuk saling bertegur sapa, bercengkrama dan bermaafan. Malam ini, hal itu tak lagi ada.
Gotong royong di masjid dan musholla yang biasanya ramai dengan jamaah dan anak-anak kecil yang ikut membersihkan WC, tempat wudhu atau membentangkan karpet dan sajadah. Yang terlibat hanya pengurus. Masjid dan musholla menjadi sepi.
Teman-temanku yang biasanya menunggu momentum Ramadan untuk menggali rezeki di "Pasar Ramadan" dengan berdagang aneka ragam menu untuk berbuka puasa. Tahun ini tepaksa mengubah cara berdagang secara online. Itu pun minim pesanan. Hanya untuk pelanggan tetap dan kenalan.
Ramadan yang Sama, Dirasakan dengan Cara Berbeda.
Di kampungku, biasanya pemerintah daerah yang menyiapkan "Pasar Ramadan" yang menyediakan aneka menu berbuka puasa, ada organ music yang tampil secara live untuk menghibur pedagang dan pembeli sekaligus mengisi waktu ngabuburit.
Tak ada anak muda dan pengurus RISMA yang mengadakan berbagai kegiatan lomba menyambut bulan Ramadan. Semisal lomba mewarnai kaligrafi, hapalan doa dan juz amma, pidato dan puisi islami, peragaan busana, adzan, kaligrafi hingga lomba nasyid.
Teman-temanku, Anak muda Masjid Al jihad Curup, biasanya setiap tahun juga mengadakan berbagai tangkai lomba tersebut yang diikuti lebih dari seribu peserta, mulai dari usia TK hingga SMA. Tahun ini terpaksa "ditunda".
Gairah dan suasana "khas" Ramadan yang setiap tahun dialami dan dilalui, kali ini tak lagi terasa. Maghrib tadi. Anak sulungku pun berujar, "Gak semangat, puasa tahun ini, Yah!"
Izin, kusajikan deret foto kegiatan menyambut Ramadan serta video berburu takjil di Pasar Ramadan tahun 2019, ya?
Alam Memiliki Caranya Sendiri untuk Bertahan
Banyak ungkapan, tulisan, tuduhan dan telunjuk diajukan kepada Pandemi corona sebagai tersangka utama. Hingga menjadikan segala aspek kehidupan masyarakat menjadi berbeda.
Kusimak beberapa artikel teman-teman Kompasianer dengan tema Hari Bumi. Mengungkapkan hikmah positif dari wabah corona  Bumi bisa sejenak beristirahat hingga udara yang menjadi bersih karena dampak social distancing dan PSBB.
"Selalu ada hikmah dan pelajaran dari segala sesuatu", kalimat ini perlahan menyisir benak masyarakat. Begtu juga memaknai sudut pandang, "alam memiliki caranya sendiri untuk bertahan".
Kalimat itu terucap, usai hujan deras sejak dini hari hingga pagi, air meluap di bantaran sungai yang mengakibatkan banjir. Setidaknya 10 desa di kampungku terdampak banjir, termasuk rumah tetanggaku.
Merusak puluhan rumah dan menghanyutkan harta benda (Data masih dikumpulkan). Maka Ramadan tahun ini, menjadi sangat berbeda bagi mereka. Alam telah menyajikan caranya.
Belum lagi perilaku sebagian anggota masyarakat yang masih sering menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Membangun pemukiman di sekitar bantaran sungai yang memang "rawan" terdampak banjir.
Banyak panduan, pedoman cara berskap dan berperilaku kepada alam secara bijak, yang terpahat pada buku-buku. Mungkin, saatnya ketika hari ini menjadi hari buku, tak lagi membiarkan tersusun rapi sebagai koleksi dan berdebu.
Aih, Begitulah! Selalu mudah merujuk telunjuk atau nada tuduhan dengan mencari dan menelisik kesalahan. Ketika keinginan tak sejalan dengan keyataan yang dihadapi, kan?
Saat Ini...
Temans, walaupun suasana, cara dan merasakan Ramadan yang berbeda tahun ini. kukira, tak menjadikan hikmah dan makna Ramadan menjadi berbeda, kan?
Ramadan tetap menjadi bulan perenungan dan refleksi diri. Usai satu tahun melakukan pengembaraan jiwa dan raga. Mungkin saja pernah tersesat dalam "kubangan" salah dan dosa, namun merasa baik-baik saja.
Mungkin saja, situasi dan kondisi saat ini, memang harus dilalui dan dihadapi. Agar menjadi pembelajaran bagi seluruh aspek kehidupan di masa mendatang semakin baik.
Aku percaya. Kita bersama akan berjuang melewati keadaan dengan kemampuan dan cara kita masing-masing.
Izinkan kuujarkan permintaan maaf, atas segala yang tak pada tempatnya. Berharap kita semua selalu sehat, bersama berjuang dan bertahan. Semoga Ramadan tahun ini, menjadi pembeda yang bermakna. Salam hormat dan salam hangat dariku untuk semua.
Wassalam,
Curup, 23.04.2020
[ditulis untuk Kompasiana]
Taman Foto dan video : 1.AMM Rejang Lebong 2.MDMC Rejang Lebong 3. Akun Youtube zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H