Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ramadan yang Berbeda, Semoga Menjadi Pembeda Makna

23 April 2020   21:17 Diperbarui: 23 April 2020   22:59 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peserta Lomba Baca Puisi Islami menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)

Rindu aku menanti untuk bertemu ramadan lagi

Ingin aku berharap setiap hari ramadan lagi

Bulan yang suci penuh rahmat ampunan ilahi

Temans, lirik di atas kukutip dari lagu Marhaban ya Ramadhan (Rindu Ramadan) grup nasyid Ar Royan. Tentang ungkapan dan alasan rindu pada bulan Ramadan, bulan puasa.

Namun, pada tahun ini, makna kerinduan itu menjadi berbeda, jika terlalu berlebihan menggunakan kalimat "sangat berbeda".

Bagiku, ada dua pengertian kata berbeda untuk ramadan 2020 ini. Pertama, berbeda suasana walau melakukan kegiatan yang sama. Kedua, melakukan kegiatan yang sama sekali berbeda (kegiatan baru atau tak bisa dilakukan) seperti tahun lalu.

Biasanya, satu minggu menjelang Ramadan. Akan terlihat "kesibukan" yang seperti kalender musim. Ada yang sekedar membersihkan atau mengecat ulang rumah. Juga jamaah yang bergotongroyong membersihkan masjid dan musholla.

Para pedagang makanan yang bersiap berjualan menu berbuka puasa, pedagang pakaian yang menyiapkan stock untuk dipasarkan secara online dan offline saat ramadan. Gaungnya tak lagi sama.

Seperti sholat tarawih dan puasa yang sama. Kegiatan di atas masih tetap dilakukan, namun dengan rasa, suasana dan cara berbeda.

Shalat tarawih dilakukan di rumah. Tanpa bersua dengan jemaah yang lain. Apalagi malam pertama tarawih, biasanya adalah ajang berjumpa untuk saling bertegur sapa, bercengkrama dan bermaafan. Malam ini, hal itu tak lagi ada.

Gotong royong di masjid dan musholla yang biasanya ramai dengan jamaah dan anak-anak kecil yang ikut membersihkan WC, tempat wudhu atau membentangkan karpet dan sajadah. Yang terlibat hanya pengurus. Masjid dan musholla menjadi sepi.

Teman-temanku yang biasanya menunggu momentum Ramadan untuk menggali rezeki di "Pasar Ramadan" dengan berdagang aneka ragam menu untuk berbuka puasa. Tahun ini tepaksa mengubah cara berdagang secara online. Itu pun minim pesanan. Hanya untuk pelanggan tetap dan kenalan.

Ramadan yang Sama, Dirasakan dengan Cara Berbeda.

Di kampungku, biasanya pemerintah daerah yang menyiapkan "Pasar Ramadan" yang menyediakan aneka menu berbuka puasa, ada organ music yang tampil secara live untuk menghibur pedagang dan pembeli sekaligus mengisi waktu ngabuburit.

Ilustrasi Peserta Lomba mewarnai tingkat TK menyambut bulan Puasa di Masjid Al Jihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba mewarnai tingkat TK menyambut bulan Puasa di Masjid Al Jihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Akan terlihat anak-anak muda yang berkumpul berkelompok sekedar "cuci mata", pasangan keluarga muda yang mengajak anak-anaknya selain berbelanja, juga membiarkan mereka menikmati aneka permainan yang tersedia. Tahun ini, "Pasar Ramadan" tak lagi ada.

Tak ada anak muda dan pengurus RISMA yang mengadakan berbagai kegiatan lomba menyambut bulan Ramadan. Semisal lomba mewarnai kaligrafi, hapalan doa dan juz amma, pidato dan puisi islami, peragaan busana, adzan, kaligrafi hingga lomba nasyid.

Teman-temanku, Anak muda Masjid Al jihad Curup, biasanya setiap tahun juga mengadakan berbagai tangkai lomba tersebut yang diikuti lebih dari seribu peserta, mulai dari usia TK hingga SMA. Tahun ini terpaksa "ditunda".

Gairah dan suasana "khas" Ramadan yang setiap tahun dialami dan dilalui, kali ini tak lagi terasa. Maghrib tadi. Anak sulungku pun berujar, "Gak semangat, puasa tahun ini, Yah!"

Izin, kusajikan deret foto kegiatan menyambut Ramadan serta video berburu takjil di Pasar Ramadan tahun 2019, ya?

Ilustrasi Peserta Lomba Shalat Jenazah menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Shalat Jenazah menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Adzan menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Adzan menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Lagu Nasyid Putri menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Lagu Nasyid Putri menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Lagu Nasyid Putra menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)
Ilustrasi Peserta Lomba Lagu Nasyid Putra menyambut bulan Puasa di Masjid Aljihad Curup. Tahun ini, tak lagi ada. (Dokumentasi Akun Facebook. AMM. Rejang Lebong)

Alam Memiliki Caranya Sendiri untuk Bertahan

Banyak ungkapan, tulisan, tuduhan dan telunjuk diajukan kepada Pandemi corona sebagai tersangka utama. Hingga menjadikan segala aspek kehidupan masyarakat menjadi berbeda.

Kusimak beberapa artikel teman-teman Kompasianer dengan tema Hari Bumi. Mengungkapkan hikmah positif dari wabah corona  Bumi bisa sejenak beristirahat hingga udara yang menjadi bersih karena dampak social distancing dan PSBB.

"Selalu ada hikmah dan pelajaran dari segala sesuatu", kalimat ini perlahan menyisir benak masyarakat. Begtu juga memaknai sudut pandang, "alam memiliki caranya sendiri untuk bertahan".

Kalimat itu terucap, usai hujan deras sejak dini hari hingga pagi, air meluap di bantaran sungai yang mengakibatkan banjir. Setidaknya 10 desa di kampungku terdampak banjir, termasuk rumah tetanggaku.

Merusak puluhan rumah dan menghanyutkan harta benda (Data masih dikumpulkan). Maka Ramadan tahun ini, menjadi sangat berbeda bagi mereka. Alam telah menyajikan caranya.

Ilustrasi Banjir bagi warga pagi 23/04/2020 di Curup. Kisah berbeda sehari sebelum RamadhanTahun ini. (Dokumentasi Akun Facebook. MDMC Rejang Lebong)
Ilustrasi Banjir bagi warga pagi 23/04/2020 di Curup. Kisah berbeda sehari sebelum RamadhanTahun ini. (Dokumentasi Akun Facebook. MDMC Rejang Lebong)
Ilustrasi Banjir bagi warga pagi 23/04/2020 di Curup. Kisah berbeda sehari sebelum RamadhanTahun ini. (Dokumentasi Akun Facebook. MDMC Rejang Lebong)
Ilustrasi Banjir bagi warga pagi 23/04/2020 di Curup. Kisah berbeda sehari sebelum RamadhanTahun ini. (Dokumentasi Akun Facebook. MDMC Rejang Lebong)
Ilustrasi Banjir bagi warga pagi 23/04/2020 di Curup. Kisah berbeda sehari sebelum RamadhanTahun ini. (Dokumentasi Akun Facebook. MDMC Rejang Lebong)
Ilustrasi Banjir bagi warga pagi 23/04/2020 di Curup. Kisah berbeda sehari sebelum RamadhanTahun ini. (Dokumentasi Akun Facebook. MDMC Rejang Lebong)
Telunjuk diajukan kepada pemerintah daerah, tentang pengabaian kebijakan menjaga ekosistem dan lingkungan yang mengakibatkan banjir. Tak menyigi perencanaan tata ruang dan tata kota, khususnya drainase.

Belum lagi perilaku sebagian anggota masyarakat yang masih sering menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Membangun pemukiman di sekitar bantaran sungai yang memang "rawan" terdampak banjir.

Banyak panduan, pedoman cara berskap dan berperilaku kepada alam secara bijak, yang terpahat pada buku-buku. Mungkin, saatnya ketika hari ini menjadi hari buku, tak lagi membiarkan tersusun rapi sebagai koleksi dan berdebu.

Aih, Begitulah! Selalu mudah merujuk telunjuk atau nada tuduhan dengan mencari dan menelisik kesalahan. Ketika keinginan tak sejalan dengan keyataan yang dihadapi, kan?

Saat Ini...

Temans, walaupun suasana, cara dan merasakan Ramadan yang berbeda tahun ini. kukira, tak menjadikan hikmah dan makna Ramadan menjadi berbeda, kan?

Ramadan tetap menjadi bulan perenungan dan refleksi diri. Usai satu tahun melakukan pengembaraan jiwa dan raga. Mungkin saja pernah tersesat dalam "kubangan" salah dan dosa, namun merasa baik-baik saja.

Mungkin saja, situasi dan kondisi saat ini, memang harus dilalui dan dihadapi. Agar menjadi pembelajaran bagi seluruh aspek kehidupan di masa mendatang semakin baik.

Aku percaya. Kita bersama akan berjuang melewati keadaan dengan kemampuan dan cara kita masing-masing.

Izinkan kuujarkan permintaan maaf, atas segala yang tak pada tempatnya. Berharap kita semua selalu sehat, bersama berjuang dan bertahan. Semoga Ramadan tahun ini, menjadi pembeda yang bermakna. Salam hormat dan salam hangat dariku untuk semua.


Wassalam,

Curup, 23.04.2020

Zaldychan

[ditulis untuk Kompasiana]

Taman Foto dan video : 1.AMM Rejang Lebong 2.MDMC Rejang Lebong 3. Akun Youtube zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun