"Kami memohon maaf atas kesalahan yang dibuat. Tapi kami..."
"Jika ada yang salah kata, kami ucapkan beribu maaf..."
"Mohon maaf atas ketidaknyamanan pelanggan. Karena..."
Aih, sering mendengar ungkapan ini, kan? Semisal berhadapan dengan penyitaan barang di bandara, usai mendengarkan tokoh agama, tokoh masyarakat atau pejabat berpidato, atau Membaca di layar mesin ATM, yang ternyata rusak?
Atau pernah dengar ungkapan permintaan maaf dari kalangan figur publik atau selebriti saat ditangkap memakai narkoba. Beberapa jarak waktu kemudian mengulanginya lagi? Dan kembali melakukan permintaan maaf lagi?
Akhirnya, kata maaf tak lagi dianggap sebagai bentuk penyesalan. Tapi sebagai kalimat "basa basi" yang memang harus diucapkan begitu!
Deborah Levi, Sosiolog dan Penulis asal Inggris. Membagi 4 tipe permintaan maaf berdasarkan situasi dan tingkat penyesalan.
Pertama. Permintaan Maaf Taktis.
Hal ini biasanya terjadi ketika seseorang dituduh melakukan kesalahan, kemudian menawarkan permintaan maaf yang retoris dan strategis- terkadang tidak sepenuh hati.
Contoh? Bisa dilihat di jalan raya. Ketika pengendara motor "menyerempet" pejalan kaki. Berhenti, berikan senyuman sambil ucapkan kata maaf. Kemudian berlalu pergi tanpa permisi. Pernah alami ini?