Semisal makanan atau minuman yang sama, tokoh atau artis yang sama, novel atau penulis yang sama, lagu yang sama, jenis kendaraan yang sama, game online yang sama, hingga isu dan pandangan politik yang sama. Iya, kan?
Kemudian, orang-orang yang memiliki kesamaan ini, bergabung dalam kelompok-kelompok kecil dan membentuk komunitas atau organisasi. Menyusun struktur pengurus, jadual pertemuan, hingga program kegiatan yang bisa dilakukan bersama.
Sehingga, pada awalnya, khusus untuk anggota. Perlahan memiliki misi menularkan dan menyebarkan kesamaan selera itu, kepada orang lain. Mungkin anggota keluarga, teman semasa sekolah atau teman kerja.
Selera Boleh Sama, tapi Jangan Maksa!
Seperti gelindingan bola salju, yang semakin lama semakin besar. Begitu juga dampak dari perkembangan selera. Awalnya dari rasa suka karena selera yang sama, seiring perjalanan waktu, tanpa disadari malah berubah menjadi tuntutan berupa hak dan kewajiban.
Akhirnya, kesamaan selera tersebut, perlahan mulai menjadi beban dan terkadang berbentuk paksaan. Kok bisa?
Aku punya teman yang hobinya memancing ikan. Saban hari sabtu, berangkat sejak sudah zuhur, ke kolam bekas penambangan pasir. Selain mudah dijangkau, kolam alami itu juga gratis. Terkadang hingga tengah malam bahkan hari minggu pagi baru pulang.
Pernah sekali aku ikut menemani. Ternyata banyak! Ada belasan orang yang memancing. Karena acapkali bersua di tempat yang sama, mulailah teori interaksi sosial berlaku. Lingkaran pertemanan menjadi semakin erat. Tak sengaja mulai berbentuk komunitas.
Awalnya, temanku mencari umpan sendiri. Sekarang tinggal pesan, dan hanya membawa joran pancing ke lokasi. Sebelumnya, memiliki satu alat pancing, akhirnya punya tiga jenis joran dengan ukuran berbeda.
Aku baru tahu. Ternyata, beberapa bulan belakangan. Temanku itu, malah sudah mulai touring memancing. Tak lagi di kolam bekas penambangan pasir, tapi mulai melebarkan sayap area pemancingan.