Entahlah! Mungkin alasan yang aneh dan tak masuk akal. Tapi Acil yang kukenal, memang seperti itu. Anak yang patuh terhadap orangtua apalagi larangan ibu.
Puluhan tahun. Sejak tamat SMA, aku tak lagi pernah bertemu dengan Acil. Karena dia melanjutkan kuliah di Surabaya. Terakhir, kudengar Acil bekerja di Jakarta. Itupun dari cerita beberapa teman. Bahwa Acil telah menjadi orang dan sukses di Ibukota. Aku melihatnya beberapa kali di televisi. Dan aku percaya.
"Acil malu padamu!"
Itu jawaban beberapa orang yang pernah bertemu Acil. Saat kuceritakan keluhan dan rasa heran, karena tak pernah mengangkat dan membalas pesan dari ponselku. Namun aku berusaha mengerti walau tak memahami alasan Acil menutup pintu berhubungan denganku.
Tapi aku tahu jawabannya pagi tadi. Saat menonton berita pagi di televisi.
Nah! Sekarang, coba kau baca koran ini. Baru saja kubeli! Coba perhatikan sosok berbaju oranye, yang berdiri paling tengah. Dengan tangan diborgol, mengenakan kopiah dan berkacamata hitam.
Benar! Itu adalah Acil. Temanku semasa kecil.
Sudahlah! Tak perlu bertanya! Kau baca saja sendiri. Kenapa Acil tertangkap dan dianggap korupsi.
Aku masih memikirkan cara menyampaikan satu lagi rahasia Acil. Tentu saja bukan rahasia tentang Acil yang tak bisa memanjat pohon jambu, kan?
Aku harus pergi! Sebaiknya aku bergegas ke kuburan ibunya. Biarlah beliau tahu berita tentang Acil itu dariku. Bukan dari orang lain.
Akh! Sungguh! Aku belum menemukan cara terbaik untuk menyampaikannya.