"Makasih, ya?"
"Untuk?"
Pertanyaanku keliru. Tangismu kembali hadir tertahan. Kau biarkan aku, kembali melihat beningmu. Bibirmu bergerak pelan. Tapi tak ada suaramu. Aku mengerti maksud ucapanmu. Kuusap kepalamu.
"Menangislah..."
Tak lagi kau tahan. Kau hempaskan rasamu. Telapak tanganmu tutupi wajah. Bahumu bergerak, ikuti irama resahmu. Kunikmati asap rokokku. Saat itu, diam tetaplah pilihan terbaik.
Cuaca cerah malam itu. Tapi tidak di beranda. Kau dan aku, berdua nikmati sunyi. Azan isya terdengar. Saat kureguk kopi di gelasku. Kau angkat wajahmu ke arahku. Aku tersenyum.
"Sudah?"
"Eh? Apa Mas?"
"Nangisnya?"
"Udah!"
"Kalau masih mau..."
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!