"Nik ngerti."
Tak menunggu. Kau raih tanganku. Kau ajukan ke wajahmu. Beningmu terasa hangat. Kukira seharian kau bertahan. Tapi usai malam itu. Dalam diam ada tangismu. Aku tahu rasamu juga inginmu. Belum kutemukan cara untuk satukan itu. Kubiarkan tangismu.
Bertahun lalui waktu bersama. Merangkai dan membingkai cerita. Menjadi pelaku berbagai peristiwa. Berdua hadapi bermacam keterbatasan. Terkadang air mata. Kau dan aku menjaga rasa dan asa. Agar berwujud cinta. Itu tak mudah.
Beranda sejak tadi hening. Kau usap beningmu. Kau raih gelas berkopi. Kau serahkan padaku. Tak bicara, aku menatapmu. Kau anggukkan kepala. Kureguk sedikit. Tanpa aba-aba, gelas sudah berpindah tangan. Kau berusaha tersenyum. Mereguk isinya. Matamu lurus menatapku.
"Kurang gula, Mas?"
"Gak!"
"Manis?"
"Nunik? Iya, kalau gak nangis!"
Kau terlatih hadapi dan redakan emosimu. Tapi tidak padaku. Kau tak bisa sembunyi. Caramu ajari aku. Bagaimana menghadapimu.
"Mas..."
"Hah?