"Makan!"
"Mie kuah, kan?"
"Tanggung! Kenapa gak disalin semua?"
"Mau lagi?"
"Gak!"
Kau hafal kebiasaanku. Jika di perjalanan. Berangkat dari Curup, sore kemaren. Hingga setengah enam pagi tadi, tiba di Padang. Bus Putra Raflesia, hanya dua kali berhenti. Di Muara Rupit, kupesan segelas kopi susu. Serta di Gunung Medan. Kunikmati mie kuah pengganjal perut.
Pembeli silih berganti. Datang dan pergi. Kau dan aku tetap di warung. Dalam diam, kunikmati rokok. Sejak awal makan, hingga selesai. Matamu tak lepas dariku. Kau perhatikan gerikku. Kubiarkan. Kau telusuri rasamu, dengan caramu.
Bersamaan. Kau dan aku bertukar pandang. Tetiba, kau tundukkan wajahmu. Aku tahu. Sejak di Aula, ada gumpalan resah di matamu. Kau ingin ujarkan sesuatu. Tapi kau memilih diam. Bahumu bergerak perlahan. Tanda bagiku. Kau tak lagi mampu menahan tangismu. Aku berbisik lirih.
"Jangan di sini, Nik!"
Kuusap pelan kepalamu. Kau anggukkan kepala. Aku berdiri, kau menatapku dan mengerti. Saatnya pergi. Terburu, kau usap beningmu. Kutemui One, kau berdiri di sampingku. Wajahmu tertunduk. One menatapku.
"Menantu, kenapa?"