Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Those Three Words" [2]

20 Agustus 2019   08:15 Diperbarui: 20 Agustus 2019   08:18 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illusterated by pixabay.com

Kukira, limabelas menit aku menunggumu. Bis kampus berhenti sesaat, dan kembali bergerak. Kau sudah berdiri di tepi jalan. Kedua tanganmu penuh bawaan. Lalulintas jalan Andalas pagi itu ramai.

Bergegas kuseberangi jalan. Kuraih kantong plastik di tanganmu. Tangan kananku memegang tangan kirimu. Kuangkat tangan kiri, memaksa kendaraan bergerak lambat. Wajahmu cemas, seusai seberangi jalan.

"Kenapa gak nyebrang?"

"Nik takut!"

"Mau sepi? Nunggu malam!"

"Iiih..."

Cubitmu sudah hadir sepagi itu. Aku berdiri di hadapmu. Menatapmu. Kau tertunduk menenangkan diri. Entahlah! Sejak dulu, aku suka cara berpakaianmu. Simpel. Tak banyak pernik. Kau jengah saat kupandang.

"Jangan lihat Nunik seperti itu!"

"Lah? Kan punya mata!"

"Mamas!"

Kau segera memulai langkah. Aku melangkah pelan di sisimu. Berdua, telusuri gang masjid. Kukira suasana hatimu sedang baik. Saat itu, wajahmu penuh senyum.

"Jam berapa Amak dan Abak sampai?"

"Setengah tujuh!"

"Mas ke terminal?"

"Jam enam!"

"Artinya, belum mandi?"

"Iya!"

"Ngopi?"

"Belum!"

"Nanti Nik buat!"

"Iya! Makasih."

"Eh, bilang Mas. Perempuan gak boleh..."

"Kan, ada Amak?"

"Iya. Tapi Nik..."

"Malu? Bilangnya mau jadi menantu?"


Wajahmu memerah. Kau ingat. Tak kuizinkan, kau lewati lebih dari ruang tamu. Tak lagi ada bicara. Hingga sampai rumah. Amak menyambutmu di ruang tamu. Juga Abak dan Pipinx.

Selalu berlaku hukum alam. Secara naluriah, Amak memegang tanganmu. Kau melirikku. Kuangkat bahu. Dua perempuanku, memisahkan diri. Segera ke belakang.

Bergantian, kau dan Amak sajikan sarapan pagi di atas meja tamu. Lontong sayur, juga agar-agar buatanmu. Tak butuh waktu lama. Berlima menikmati menu pagi itu.

Meja di ruang tamu. Sudah kembali rapi. Bersisa sepiring agar-agar. Kecuali dirimu, berempat. Bertukar cerita. Namun terhenti. Saat kau muncul dari belakang. Kemudian segera duduk di kursi di sebelah Amak. Semua mata menatapmu. Kau tersenyum. Tapi sikapmu tak seperti biasa.

"Di Curup panen padi, Bak?"

"Iya! Tapi banyak terserang hama tikus!"

"Kopi?"

"Belum! Lagi musim hujan. Jadi buahnya berkurang!"

"Oh! Pantas..."

Aku menatapmu. Kau terkejut. Aku tersenyum. Kau segera berdiri, berjalan ke belakang. Tapi segera balik lagi. Dengan wajah memerah, kau menatap Abak.

"Abak minum kopi juga?"

Akhirnya, kecuali Amak. Ruang tamu pecah. Semua tertawa. Dan tersadar, kemana arah pertanyaanku tadi. Wajahmu tertunduk menunggu jawaban Abak. Amak berdiri, menarik tanganmu. Segera lenyap ke belakang. Abak tertawa sampai terbatuk. Gelengkan kepala.


"Nunik sudah jadi orang Minang, ya?"

Aku dan Pipinx tertawa mendengar kalimat Abak. Tak lama. Kau kembali hadir di ruang tamu. Membawa tiga gelas kopi. Amak kembali duduk. Semua mata memperhatikan gerikmu, hidangkan gelas berkopi. Ke hadapan Abak, Pipinx. Terakhir giliranku. Kau menatapku, menahan tawa. Sambil berbisik pelan.

"Nik lupa!"

"Atau gugup?"

"Keduanya!"

"Kenapa gak langsung ditawari?"

"Iiih! Mamaaas..."


Semua mendengar kalimatku. Juga suaramu yang tertahan. Melihat duet jarimu, yang tergantung di udara. Tawaku semakin keras. Kau tak bisa lakukan inginmu. Tiga pasang mata menatapmu. Kau segera menjauh dariku. Berlindung di sebelah Amak.

"Jangan ganggu Nunik!"

"Untuk apa disuguhi. Kalau tak ditawari minum?"

"Biar Amak! Silahkan diminum kopinya!"

"Lah? Yang buat siapa?"

"Nunik!"

"Kenapa bukan..."

"Sudah! Nik, jangan didengar!"

Amak merengkuhmu. Mengusap punggungmu. Aku tertawa. Amak menjadi benteng tangguh bagimu. Kureguk kopi, nyalakan sebatang rokok. Sesaat ruang tamu hening. Mendaur ulang. Reka adegan yang tersaji pagi itu.

zaldychan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun