Semua mendengar kalimatku. Juga suaramu yang tertahan. Melihat duet jarimu, yang tergantung di udara. Tawaku semakin keras. Kau tak bisa lakukan inginmu. Tiga pasang mata menatapmu. Kau segera menjauh dariku. Berlindung di sebelah Amak.
"Jangan ganggu Nunik!"
"Untuk apa disuguhi. Kalau tak ditawari minum?"
"Biar Amak! Silahkan diminum kopinya!"
"Lah? Yang buat siapa?"
"Nunik!"
"Kenapa bukan..."
"Sudah! Nik, jangan didengar!"
Amak merengkuhmu. Mengusap punggungmu. Aku tertawa. Amak menjadi benteng tangguh bagimu. Kureguk kopi, nyalakan sebatang rokok. Sesaat ruang tamu hening. Mendaur ulang. Reka adegan yang tersaji pagi itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H