Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Just for You" [8]

7 Agustus 2019   08:15 Diperbarui: 7 Agustus 2019   08:19 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Angin sore sabtu itu sejuk. Tak ada tanda akan hujan. Kau dan aku berjalan bersisian. Sejak dari pintu rumah. Hingga jelang ujung jalan besar. Sepanjang jalan tak bicara.

Sambil tertawa, kau mendahuluiku. Berbelok ke kanan. Berhenti di depan pangkas rambut serasi. Aku berdiri di sebelahmu.

"Kosong, Mas!"

"Sekarang?"

"Iya! Nik mau lihat!"

"Jangan disini..."

"Nanti malah gak jadi!"


Tanpa basa basi. Kau sudah duduk di kursi tunggu. Menahan tawa, melihat reaksiku. Pemilik pangkas rambut menyapa. Aku biasa dipanggil Abang. Dan kau di panggil Teteh.

"Mau potong rambut, Bang?"

"Terpaksa!"

"Hah?"

"Tadinya, Teteh! Tapi gak jadi."

"Haha..."

"Gegara di sini pangkas rambut. Bukan pangkas jilbab!"

"Haha..."


Aku segera duduk bersiap. Dari kaca besar, kulihat kau tertawa. Rayakan kemenangan.


"Potong pendek, Bang?"

"Cepak! Biar..."

"Jangan! Rapikan aja!"

Suaramu hentikan kalimatku. Aku tertawa, ingat saat ikuti Ospek. Tampil cepak nyaris botak. Jengkelmu bertahan lama. Tapi tak berdaya. Aku jadi tahu. Kau tak suka, jika potongan rambutku begitu.

Hampir maghrib. Rambutku selesai dipotong. Kuhentikan angkot. Kau dan aku segera naik. Angkot bergerak pelan. Kau duduk di sisiku.

"Makanya, Mas gak mau potong rambut disitu?"

"Iya!"

"Nik gak tahu!"

"Biar nanti, Mas ajak ngopi atau dibelikan rokok aja!"

Kau terdiam. Menyesali ajakanmu. Sikapmu kaku, saat uangmu diabaikan. Kau tak tahu. Dan aku tak cerita. Ada beberapa tempat. Benda bernama uang, tak laku jika kau bersamaku.


Langit senja berwarna jingga. Saat kau dan aku turun dari angkot. Berjalan pelan di Blok A Pasar Raya. Di sore sabtu, suasana pasar masih ramai.

"Mas!"

"Apa?"

"Kalau potong rambut. Mas gak pernah bayar?"

"Gak!"

"Hah?"

"Teman kost Mas. empat orang seperti Athan. Jadi gratis!"


Aku tersenyum. Kau coba mengingat. Sosok Athan. Salah satu anggota "Mpuanx Ganks". Selain bergitar, juga miliki keterampilan pangkas rambut. Adzan maghrib terdengar. Saat kau dan aku, tiba di halaman Masjid Taqwa.


Usai maghrib, kau kutemui di tempat penitipan sendal. Sudah menunggu. Kau berdiri. Berjalan ke arahku.

"Mas kemana? Tadi Nik lihat. Mas turun tangga. Tapi..."

"Beli rokok!"


Tak lagi ada suaramu. Kau ikuti langkahku. Namun gelengkan kepala. Saat kutunjuk angkot putih jurusan Labor. Aku tersenyum. Kau tarik tanganku, melangkah seberangi jalan. Menuju Matahari Mall. Aku mengerti, kau tak ingin segera pulang.


Sampai di lantai dua. Kau berhenti. Aku terhenti di hadapmu. Tak bicara, kau keluarkan tissu dari tasmu. Kau serahkan padaku. Aku tertawa.

"Mas tadi cuci rambut? Baju juga basah!"

"Niatnya wudhu!"

"Haha..."

"Sekalian cuci rambut?"

"Kan bisa..."

"Malu! Nanti dikira rak piring berjalan!"

"Haha..."

Hampir satu jam. Kau dan aku, berputar di Matahari Mall. Separuhnya, habis di area busana wanita dan anak-anak. Itu kebiasaanmu. Karena kuliahmu di Jurusan Tata Busana.

Kau akan meneliti dan mengingat mode, paduan warna atau teknik menjahit pakaian yang dipajang. Terkadang. Kau gambar ulang disain beserta motif baju. Peranku pun, tak sebatas pengawal. Terkadang punggungku. Beralih fungsi menjadi meja gambarmu.

Keluar dari Matahari Mall. Tak lagi ada penolakan, saat kuajak naiki angkot putih. Pulang ke rumahmu. Sejak tadi kau diam. Angkot sudah lewati Terminal Andalas.

"Kenapa diam?"

"Nik lupa bawa buku! Tadi ada baju anak. Modenya bagus! Nik mau catat teknik..."

"Besok bisa balik lagi, kan?"

"Nik fikir. Kalau diberi pita di pinggang. Pengganti..."

"Baju anak cewek?"

"Iya! Nanti kalau anak Nunik cewek. Nik mau buat!"

"Anak Mas juga, kan?"

"Iiih..."


Aku mesti adaptasi. Saat kau ajak diskusi. Karena satu arah. Selalu begitu. Cubitan dan pukulan. Adalah pengganti recokku. Jika antusiasmu hadir.

#Nik

#ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment # AmanofTheWorld #JusforYou

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun