Hujan masih bersisa pagi minggu itu. Saat kuucap salam di beranda rumah kosmu. Terdengar suaramu, memintaku duduk. Agak lama, kau hadir di beranda. Sudah rapi. Kenakan baju panjang selutut. Warna dominan krem bermotif bunga-bunga kecil. Rok berwarna merah jambu. Rambutmu ditutupi jilbab. Senada dengan warna bajumu.
Kau tersenyum. Duduk di sisiku. Aku memandangmu. Sesaat kau menunduk. Wajahmu memerah. Aku tertawa. Satu pukulanmu singgah di bahuku.
"Kenapa mukul?"
"Jangan lihat Nunik seperti itu!"
"Haha..."
"Mas!"
Kau bangkit dari dudukmu. Kembali ke dalam rumah. Kau muncul lagi dari balik pintu. Aku tertawa. Segelas kopi sudah di tanganmu. Kau letakkan di hadapku. Kepulan asap tipis penuhi bibir gelas.
"Mas belum ngopi, kan?"
"Kan kalau di sini, gratis?"
"Haha..."
"Kenapa bisa cepat saji?"
"Tinggal tuang air panas!"
"Udah disiapkan?"
"Nik tahu! Kalau datang pagi, Mas pasti belum ngopi!"
"Haha..."
"Kan, Joko Turu?"
"Haha..."
"Bilangnya jam sembilan? Ini baru jam delapan!"
"Khawatir hujan lagi!"
Sejak awal. Kau sudah tahu adatku. Aku tak suka telat. Kau mesti siap, jika pergi denganku.
"Kenapa sepi? Teman Nunik kemana?"
"Sebagian pulang kampung. Ada juga yang marathon!"
"Kan hujan?"
"Mereka perginya jam enam! Hujan mulai setengah tujuh!"
"Oh! Mas bangun jam tujuh."
"Nik gak heran!"
"Ibu ada?"
"Lagi nonton TV"
"Kalau ngobrol disini, dari dalam terdengar?"
"Gak!"
"Bagus! Gak akan ada yang tahu!"
"Kenapa?"
"Mas mau bilang, Nunik cantik! Tapi..."
"Apa?"
"Gak jadi!"
"Kan, barusan bilang?"
"Hah! Mas keceplosan, ya?"
Plak!Pluk!Plak!
Tawamu pecah. Iringi pukulan tangan kanan dan kirimu. Aku sudah siap atas reaksi dan aksimu. Tak kuhindar. Pukulanmu berhenti, saat kuraih gelas berkopi. Kureguk sedikit. Tetiba aku memandangmu. Kau terkejut melihatku. Wajahmu berubah. Ada rasa khawatir.
"Kenapa, Mas?"
"Nik lupa?"
Gelas berkopi. Sudah berpindah tangan. Segera kau cicipi. Raut bingung hadir di wajahmu. Kau menatapku. Matamu ingin tahu. Aku menahan tawa.
"Terlalu manis?"
"Gak!"
"Kopinya kurang?"
"Bukan?"
"Jadi?"
"Nik lupa tawari. Tapi Mas udah minum!"
"Iiih..."
Duet jari wakili rasa jengkelmu. Kali ini perih. Aku tertawa. Kau juga. Halaman rumah, masih dipenuhi gerimis. Tapi cahaya mentari mulai tampakkan diri. Kunyalakan rokok. Wajahmu penuh senyum. Perlahan berubah menjadi tawa.
"Lah? Malah ketawa sendiri!"
"Haha..."
"Sisakan untuk nanti!"
"Gegara Mas!"
"Haha..."
"Semoga gak hujan lagi, ya Mas?"
"Kalaupun hujan. Tetap pergi!"
"Eh?"
"Kan naik bus? Jauh kalau jalan kaki!"
"Haha..."
Awal yang baik! Aku tahu, kau dan aku butuh momen itu. Nikmati waktu bersama usai sidang skripsiku. Apatah lagi. Rentang tiga bulan terakhir, tak cukup hitungan jari. Kau dan aku bertemu. Hari itu, akan kubayar lunas waktuku untukmu. Biar hilang resahmu. Agar kau tahu. Aku milikmu.
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment # AmanofTheWorld
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI