"Mas jadi aneh! Gegara Jas dan dasi."
"Sekarang?"
"Jadi Mamas Nunik lagi!"
Plak!
Tangan kananmu singgah di bahuku. Aku tertawa. Kau tidak. Kutatap matamu. Kau sembunyikan wajahmu. Kau tutupi dengan dua telapak tanganmu. Kukira kau malu. Perlahan tubuhmu merunduk. Wajahmu sudah menyentuh meja. Tak kau lepas telapak tanganmu. Gerak bahumu memberitahu. Tak usah lagi bicara.
Aku segera berdiri. Kau kutinggal. Kerongkonganku butuh segelas kopi lagi. Aku tahu, Da Zul sediakan itu.
Sayup adzan dzhuhur, terdengar dari masjid kampus. Saat aku kembali duduk di sisimu. Kutaruh segelas es jeruk di hadapmu. Dan gelas berkopi untukku. Wajahmu berpaling padaku. Masih bersisa bening di sudut matamu.
"Nangis, gak bilang!"
Cubitmu hadir di pinggangku. Kau menahan senyummu. Aku tertawa. Kuraih gelas berkopi, kureguk isinya. Kunyalakan lagi sebatang rokok. Sedikit malu, kau reguk isi gelasmu. Kau menatapku.
"Makasih, Mas!"
"Untuk?"