Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | " A Man of The World" [9]

18 Juli 2019   08:15 Diperbarui: 6 Agustus 2019   14:29 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Tergesa. Sambil menikmati kepulan asap rokokku. Aku duduk di sudut biru. Pipinx menatapku. Wajah Ajo tegang. Tak ada suara. Sesiapapun yang pernah alami situasi, dan hadapi kondisi sepertiku akan mengerti. Ni yul, penanggungjawab administrasi dan akademik angkatanku. Sudah berdiri di sampingku.

"Sudah dipanggil!"

"Oh!"

"Kenapa belum pakai..."

"Ada! Sebentar!"

Aku berdiri. Kutunjuk tas sandang. Ni Yul menatapku, tersenyum dan berbalik badan. Berselisih jalan denganmu. Tergesa kau berhenti. Berdiri di sampingku. Wajahmu pasi. Matamu memerah.

"Nik kenapa?"

"Gak ada! Nik dari toilet!"

"Nik..."

"Mas sudah dipanggil?"

Aku tahu, kau berusaha tersenyum. Kau keluarkan jas juga kopiah. Segera kukenakan. Tak ada waktu mematut diri. Terburu kurapikan tampilanku. Hingga kulihat dasi di tanganmu, tergantung di udara. Dasi dominan biru dongker, bercorak batik warna silver. Kau ajukan padaku. Kuabaikan tanganmu. Matamu menatapku. Kuanggukkan kepala. Wajahmu memerah.

Mata Pipinx, Ajo juga pengunjung kantin tertuju padamu. Menunggu reaksimu. Ketika gelegar suara Pak Il. Terdengar dari jalan masuk kantin.

"Hei! Mau ujian atau tidak?"

"Susah kalau berurusan dengan dasi!"

"Gadismu tak bisa?"

"Bilangnya sudah lulus kursus, Pak!"

Pak Il tertawa. Gelengkan kepala dan berlalu. Aku menatapmu. Kau tahu, tak ada pilihan. Sekilas kau pejamkan mata, menarik nafas pelan. Kau menatap mataku. Perlahan rentangkan dasi di tanganmu. Kutundukkan tubuhku. Kurasakan gemetar tanganmu. Menjalin dasi itu di leherku.

Kunikmati momen itu. Kukira, juga semua mata yang ada di kantin. Menjadi saksi aksimu. Saat itu, aku tak ingin tahu rasamu. Usai kau rapikan kerah bajuku. Kau ulurkan tangan kananmu. Kusambut, kau ajukan tangan kananku ke dahimu. Kuusap pelan kepalamu dengan tangan kiriku.

"Doakan!"

Kutatap matamu. Kau berpaling. Hanya anggukan pelan sebagai jawaban. Tak lagi kulihat wajahmu. Aku tahu resahmu. Hari itu bukan saja milikku tapi untukmu. Kurengkuh Pipinx dan Ajo. Bersamaan, dua tepukan pelan singgah di bahuku. Kutinggalkan sudut biru. Bergegas menuju ruang sidang.

Ucapan dan tepukan pelan pemberi semangat, kudapatkan saat berjalan menuju ruang sidang. Termasuk beberapa wajah khawatir teman satu angkatan. Semua sudah tahu. Aku dihadapkan dengan tim penguji solid. Biasa disebut "tim parah". Kuingat percakapanku dengan Pak Il, tiga hari lalu.


"Kau mesti siap mental!"

"Hah!"

"Karena masuk red code area!"

"Gegara pintu?"

"Mungkin!"

"Siapa, Pak?"

"Jangan korbankan satu setengah tahun. Karena bodoh satu harimu!"

Kalimat keras Pak Il, adalah jawaban untukku. Tak usah kucari tahu format tim. Kabar burung beredar di kantin. Aku disuguhi tim itu. Akibat ulah kakiku ke pintu jurusan.

Kumasuki ruang sidang. Disain ruang berbentuk huruf U. Tak kuhiraukan yang hadir. Kucoba fokus. Berjalan pelan ke tengah ruang. Berdiri di samping kursi. Di atas meja hijau, sudah ada satu jilid skripsiku. Dua meja kecil di kiri kanan meja hijau. Berjejer penuh buku referensiku. Kutatap Pak Il. Kuanggukkan kepala. Pak Il kedipkan mata.

Kurasakan deru nafasku. Tengkukku dingin. Kutatap wajah datar tim penguji. Dipimpin langsung ketua jurusan. Yang bersikap formal memintaku duduk. Membuka sidang. Perkenalkan lima anggota tim penguji di hadapku. Serta dua pembimbing di sisi kananku. Juga Ni Yul di sisi kiriku. Semua kukenal. Begitu juga sebaliknya.

Tegas dan jelas. Suara ketua tim penguji. Tertuju padaku.

"Biodatamu benar?"

"Iya!"

"Judul skripsimu benar?"

"Benar!"

"Tidak plagiasi?"

"Tidak!"

"Pembimbingmu benar?"

"Iya!"

"Silahkan presentasi! Waktumu limabelas menit!"


Kutoreh lagi satu titik di hidupku. Terbayang wajah Amak, semua saudaraku juga orang-orang yang mengantarkan aku hingga ke titik itu. Perlahan aku berdiri. Kurasakan adamu di belakangku. Semua mata tertuju padaku.

Kupasrahkan waktu padaNya. Kuujarkan abstrak skripsiku. Satu setengah tahun, bergelut dengan kata dan data. Suaraku mendominasi ruang. Presentasi lugas kupapar tuntas.


Aku kembali duduk. Semua mata masih menatapku. Ruang sidang senyap. Kutatap wajah tim penguji satu persatu. Tak ada suara. Pak Il tersenyum. Hingga empat wajah penguji, bersamaan menatap ketua tim yang terdiam menatapku. Sadar ditunggu, ketua tim memperbaiki sikap duduk. Kembali pasang wajah kaku.

"Selesai?"

"Iya, Pak!"

"Masih ada waktu lima menit. Jika ada yang mau ditambahkan!"

"Tidak!"

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay #SpeakYourMind #UnforgettableMoment

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun