Mata Pipinx, Ajo juga pengunjung kantin tertuju padamu. Menunggu reaksimu. Ketika gelegar suara Pak Il. Terdengar dari jalan masuk kantin.
"Hei! Mau ujian atau tidak?"
"Susah kalau berurusan dengan dasi!"
"Gadismu tak bisa?"
"Bilangnya sudah lulus kursus, Pak!"
Pak Il tertawa. Gelengkan kepala dan berlalu. Aku menatapmu. Kau tahu, tak ada pilihan. Sekilas kau pejamkan mata, menarik nafas pelan. Kau menatap mataku. Perlahan rentangkan dasi di tanganmu. Kutundukkan tubuhku. Kurasakan gemetar tanganmu. Menjalin dasi itu di leherku.
Kunikmati momen itu. Kukira, juga semua mata yang ada di kantin. Menjadi saksi aksimu. Saat itu, aku tak ingin tahu rasamu. Usai kau rapikan kerah bajuku. Kau ulurkan tangan kananmu. Kusambut, kau ajukan tangan kananku ke dahimu. Kuusap pelan kepalamu dengan tangan kiriku.
"Doakan!"
Kutatap matamu. Kau berpaling. Hanya anggukan pelan sebagai jawaban. Tak lagi kulihat wajahmu. Aku tahu resahmu. Hari itu bukan saja milikku tapi untukmu. Kurengkuh Pipinx dan Ajo. Bersamaan, dua tepukan pelan singgah di bahuku. Kutinggalkan sudut biru. Bergegas menuju ruang sidang.
Ucapan dan tepukan pelan pemberi semangat, kudapatkan saat berjalan menuju ruang sidang. Termasuk beberapa wajah khawatir teman satu angkatan. Semua sudah tahu. Aku dihadapkan dengan tim penguji solid. Biasa disebut "tim parah". Kuingat percakapanku dengan Pak Il, tiga hari lalu.
"Kau mesti siap mental!"