Gelegar suara Pak Il, tak gambarkan isi hati. Aku tahu. Percakapan itu bukan ditujukan padaku. Tiga hari lalu, dua jam aku diajak bicara. Tak semenit pun membahas skripsiku. Pak Il cerita tentang jejak langkahnya dulu.
Wajahmu tegang. Saat itu, kantin benar-benar kaku. Teman seangkatan terdiam. Sambil tersenyum, kutiru gaya Pak Il.
"Jangan dipikirkan! Mari berdo'a, menurut hafalan do'a masing-masing! Untuk masing-masing!"
"Haha..."
"Kembali duduk! Jangan ganggu orang pacaran!"
Kantin kembali riuh. Aku terima beberapa pukulan di bahu. Kerumunan bubar. Kembali ke suasana semula. Aku segera duduk. Kau duduk di sebelahku. Aku tersenyum menatapmu.
"Kenapa?"
"Maafkan Nunik, Mas!"
"Lah? Dua kali?"
"Gegara sore kemaren Nik datang! Mas tak bisa..."
"Pak Il setuju, kan?"