Kupasang muka terkejut dan tersenyum. Kukira kau merasa aneh. Serius menatapku. Hanya sesaat, kau sadari ucapan terakhirmu. Plak! Ada tepukan di bahuku. Sambil tertawa, kuayun jari telunjuk ke wajahmu yang memerah. Segera kau tutupi dengan dua telapak tanganmu. Malu.
Jamak berlaku di fakultasku saat itu. Mahasiswa semester akhir, mesti bersiap mencari pasangan bakal pendamping wisuda. Selain orang tua. Tak hanya sekedar prestise, juga jurus menghindar dari sasaran empuk. Dianggap lelaki tak laku.
Entah siapa yang iseng, membuat tiga kategori pendamping. Terendah disebut PK; berarti Pendamping Kontrak. Biasanya teman akrab atau sudara dari wisudawan. Menengah, ada istilah PW untuk Pendamping Wisuda. Ini khusus bagi pacar atau pasangan wisudawan. Dan kategori istimewa, disebut PH atau Pendamping Hidup. Yaitu; istri, bisa juga calon istri atau tunangan wisudawan.
Kembali kureguk kopi. Wajahmu kembali serius. Tak lagi kau tutupi. Matamu menatapku, kutunggu tanyamu.
"Kenapa Mas tak ingin Nunik tahu?"
"Tentang?"
"Tadi Mas hentikan Ni Yul. Saat bilang ada salam dari Kajur, kan?"
"Haha..."
"Mas minta Ni Yul diam, kan?"
Matamu menuntut jawaban. Aku tersenyum. Sambil berfikir, mesti memilih kalimat tepat untuk jawabku. Kuhirup dalam rokokku. Kuhempas asapnya perlahan. Aku menatapmu.
"Mungkin Kajur rindu!"