Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "Speak Your Mind" [4]

30 Mei 2019   07:15 Diperbarui: 30 Mei 2019   07:17 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay.com

Ashar sudah dari tadi. Lembar terakhir order ketikan selesai. Usai makan tadi, kau pilih membantuku. Kau mendikte, aku mengetik. Tiga komputer lainnya sudah terisi pelanggan. Maknen duduk di depan televisi.

"Langsung di-print, Maknen?"

"Hah! Sudah diketik semua?"

"Udah! Mumpung ada asisten!"

"Haha..."

"Jadi?"

"Nanti aja! Tunggu yang punya."

Aku berdiri. Memutar pinggangku hilangkan pegal. Maknen tertawa. Kau tersenyum. Aku menatapmu, memandang wajahmu. Kuanggukkan kepala, kau angkat bahumu. Aku tertawa kemudian duduk di hadapan maknen.

"Aku cabut dulu!"

"Iya. Makasih."

"Jangan makasih! Barteran aja!!"

"Hah?"

"Tolong print skripsiku!"

"Bukan besok?"

"Tadi Ratu udah nanya!"

Mataku melirikmu. Maknen tertawa. Jarimu beraksi, hanya sesaat. Mukamu memerah. Seisi rental menatapmu.

"Tapi, bab empat sama bab lima, belum dikasih nomor halaman!"

"Eh?"

"Baru ingat!"

"Haha..."

"Ada lagi!"

"Apa?"

"Jangan ganggu pelanggan!"

"Siap!"

"Skripsimu juga dibereskan!"

"Kalau ada mood!"

"Dan..."

"Sudah! Mirip orang tua aja. Pergi sana!"

"Dan makasih."


Maknen tertawa. Kau berdiri. Bertukar salam. Tapi aku belum beranjak. Kau terdiam di sisiku memandangku. Aku menatapmu.

"Bentar! Duduk lagi, Nik!"


Aku segera duduk. Tak bicara, kau duduk di sebelahku. Maknen diam. Wajah curiganya di arahkan padaku. Dua orang pelanggan antusias melihatku. Kupasang raut wajah serius. Kau menatapku, wajahmu mencari tahu.

"Ada apa?"

"Mas lupa!"

"Apa?"

"Belum nanya! Emangnya, mau kemana?"


Pluk! Plak! Pluk!

Berkali. Tepukan tanganmu mendarat di bahu kiriku. Aku tertawa, Maknen gelengkan kepala. Kemudian tawa penuhi ruangan. Kau tak lagi peduli. Pinggangku jadi sasaran jarimu. Kuacak kepalamu. Berdiri, ucapkan salam. Menarik tanganmu, segera pergi.

Sore sabtu itu udaramya cerah. Kau juga aku berjalan pelan bersisian. Kuhidupkan rokokku. Kulihat, masih ada senyum di bibirmu. Aku berhenti di depan Damar Plaza. Kau terhenti di sampingku.

"Mas antar pulang?"

"Masih sore."

"Kemana?"

"Terserah Mas!"

"Serius?"

"Iya! Nik, ikut Mas!"


Kau kutinggal. Berjalan cepat. Berhenti di tangga Damar Plaza dan segera duduk. Kau tertawa akibat ulahku. Kau berjalan ke arahku. Kau tarik tanganku sampai berdiri. Aku tertawa.

"Dasar!"

"Kenapa gak duduk? Bilangnya ikut Mas?"

"Gak!"

"Haha..."

"Ke pantai, Mas! Mau?"


Kuanggukkan kepala. Kau tersenyum, berjalan mendahului. Kau tak berubah. Aku tahu kau mandiri. Tapi tidak, jika bersamaku. Kau selalu sulit ambil keputusan. Aku masih mencari tahu. Itu naluri perempuanmu atau karena rasamu padaku. Kujejeri langkahmu. Kau pegang lenganku saat seberangi jalan.


"Nik!"

"Apa?"

"Ke pantai ngapain?"

"Lihat laut! Kenapa?"

"Oh! Mas kira mau lihat pesawat. Khawatir kita salah arah!"

"Haha..."

#Nik

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun