Ashar sudah dari tadi. Lembar terakhir order ketikan selesai. Usai makan tadi, kau pilih membantuku. Kau mendikte, aku mengetik. Tiga komputer lainnya sudah terisi pelanggan. Maknen duduk di depan televisi.
"Langsung di-print, Maknen?"
"Hah! Sudah diketik semua?"
"Udah! Mumpung ada asisten!"
"Haha..."
"Jadi?"
"Nanti aja! Tunggu yang punya."
Aku berdiri. Memutar pinggangku hilangkan pegal. Maknen tertawa. Kau tersenyum. Aku menatapmu, memandang wajahmu. Kuanggukkan kepala, kau angkat bahumu. Aku tertawa kemudian duduk di hadapan maknen.
"Aku cabut dulu!"
"Iya. Makasih."
"Jangan makasih! Barteran aja!!"
"Hah?"
"Tolong print skripsiku!"
"Bukan besok?"
"Tadi Ratu udah nanya!"
Mataku melirikmu. Maknen tertawa. Jarimu beraksi, hanya sesaat. Mukamu memerah. Seisi rental menatapmu.
"Tapi, bab empat sama bab lima, belum dikasih nomor halaman!"
"Eh?"
"Baru ingat!"
"Haha..."
"Ada lagi!"
"Apa?"
"Jangan ganggu pelanggan!"
"Siap!"
"Skripsimu juga dibereskan!"
"Kalau ada mood!"
"Dan..."
"Sudah! Mirip orang tua aja. Pergi sana!"
"Dan makasih."
Maknen tertawa. Kau berdiri. Bertukar salam. Tapi aku belum beranjak. Kau terdiam di sisiku memandangku. Aku menatapmu.
"Bentar! Duduk lagi, Nik!"
Aku segera duduk. Tak bicara, kau duduk di sebelahku. Maknen diam. Wajah curiganya di arahkan padaku. Dua orang pelanggan antusias melihatku. Kupasang raut wajah serius. Kau menatapku, wajahmu mencari tahu.
"Ada apa?"
"Mas lupa!"
"Apa?"
"Belum nanya! Emangnya, mau kemana?"
Pluk! Plak! Pluk!
Berkali. Tepukan tanganmu mendarat di bahu kiriku. Aku tertawa, Maknen gelengkan kepala. Kemudian tawa penuhi ruangan. Kau tak lagi peduli. Pinggangku jadi sasaran jarimu. Kuacak kepalamu. Berdiri, ucapkan salam. Menarik tanganmu, segera pergi.
Sore sabtu itu udaramya cerah. Kau juga aku berjalan pelan bersisian. Kuhidupkan rokokku. Kulihat, masih ada senyum di bibirmu. Aku berhenti di depan Damar Plaza. Kau terhenti di sampingku.
"Mas antar pulang?"
"Masih sore."
"Kemana?"
"Terserah Mas!"
"Serius?"
"Iya! Nik, ikut Mas!"
Kau kutinggal. Berjalan cepat. Berhenti di tangga Damar Plaza dan segera duduk. Kau tertawa akibat ulahku. Kau berjalan ke arahku. Kau tarik tanganku sampai berdiri. Aku tertawa.
"Dasar!"
"Kenapa gak duduk? Bilangnya ikut Mas?"
"Gak!"
"Haha..."
"Ke pantai, Mas! Mau?"
Kuanggukkan kepala. Kau tersenyum, berjalan mendahului. Kau tak berubah. Aku tahu kau mandiri. Tapi tidak, jika bersamaku. Kau selalu sulit ambil keputusan. Aku masih mencari tahu. Itu naluri perempuanmu atau karena rasamu padaku. Kujejeri langkahmu. Kau pegang lenganku saat seberangi jalan.
"Nik!"
"Apa?"
"Ke pantai ngapain?"
"Lihat laut! Kenapa?"
"Oh! Mas kira mau lihat pesawat. Khawatir kita salah arah!"
"Haha..."
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #BorntoFight #ThereisaWay
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H