"Bagimu masalah tempe soal sepele, tapi bagi pedagang seperti dia adalah masalah besar yang perlu penyelesaian." M. Natsir (1908-1993)
Kalimat itu, adalah jawaban M Natsir (ketika itu menjadi Ketua umum DDII Pusat), saat menerima seorang tamu bakul tempe hingga larut malam. Merasa jam telah menunjukkan tengah malam, salah satu putrinya sempat berbisik kepada Buya (M Natsir) agar diakhiri saja perbincangan soal tempe.
Itu sekelumit sketsa kualitas kepribadian Mohammad Natsir. Beliau adalah tokoh intelektual, pejuang, ulama, sekaligus negarawan yang pernah dimiliki Indonesia. M Dzulfikriddin dalam bukunya "Mohammad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia" menyebut bahwa Natsir telah mencurahkan hidupnya dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai pendidikan, dakwah Islam hingga politik.
Mohammad Natsir lahir saat dimulai babak baru perjuangan bangsa Indonesia menghadapi penjajah, yakni era pergerakan nasional. Natsir lahir di Lembah Gumanti Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat, tanggal 17 Juli 1908 atau beberapa bulan sebelum Boedi Oetomo (BO) dideklarasikan di Batavia (Jakarta).
Lahir dari Pasangan Mohammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah dan memiliki tiga orang saudara saudara. Karena Natsir berasal dari keluarga Minangkabau, hingga oleh kaummnya yang berasal dari Maninjau, Natsir ditunjuk sebagai pemangku adat dengan gelar Datuk Sinaro nan Panjang. Gelar nama adat ini diperoleh Natsir setelah dewasa, menikah, dan dipakai secara turun-temurun (Yusuf Abdullah Puar, 70 Tahun M. Natsir, 1978:1).
Natsir mengenyam pendidikan di Sekolah Rakyat Maninjau selama dua tahun. Kemudian melanjutkan ke Hollandsch- Inlandsche School (HIS) Adabiyyah di Padang. Namun pindah ke HIS Solok sekaligus belajar ilmu agama di Madrasah Diniyah Solok pada 1916 hingga 1923.
Perkenalan dalam dunia pergerakan dimulai ketika dia meneruskan pendidikan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Padang (1923). Natsir Ikut organisasi kepanduan Pandu Nationale Islamieethische Padvinderij serta Jong Islamieten Bond (JIB). Di sinilah ia mulai bersinggungan dengan para pemuda pergerakan nasional asal Sumatera Barat yang kelak bersama-sama menopang berdirinya Republik Indonesia, termasuk Mohammad Yamin dan Bahder Johan.
M Natsir kemudian pindah ke Bandung, melanjutkan pendidikan di Algemeene Middlebare School (AMS) hingga tamat tahun 1930. Saat di Bandung, Natsir muda bergabung di JIB Bandung bahkan menjadi ketua JIB Bandung (1928-32). Di Kota kembang inilah, Natsir memperdalam ilmu agama dan berguru kepada Ahmad Hassan yang nantinya dikenal sebagai tokoh Persatuan Islam (Persis). Tak hanya sebagai guru, Ahmad Hassan salah satu orang yang berpengaruh bagi kepribadian dan pemikiran M. Natsir. Termasuk saat M Natsir Mendirikan sekolah swasta bernama Pendidikan Islam (Pendis).
Di Bandung inilah pemikirannya tentang agama dan nasionalisme berkembang pesat. Ia kerap bertukar pikiran dengan tokoh-tokoh Islam terkemuka seperti Agus Salim dan Ahmad Hassan. Pada tahun 1938, Natsir bergabung dengan Partai Islam Indonesia, dan diangkat menjadi pimpinan cabang Bandung dari tahun 1940-1942. Sekaligus disaat bersamaan bekerja sebagai Kepala Biro pendidikan Bandung hingga tahun 1945.
Yang paling banyak dikenal, adalah sepak terjang dan perjalanan panjang M Natsir di Dunia Politik Indonesia. Ia Bergabung dengan Majlis Islam A'la yang kemudian berubah menjadi Majlis Syuro Muslimin Indonesia. Dan merupakan tokoh terpandang dan dipercaya untuk memimpin Partai Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) pada 1945 hingga dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada 1960 .
Natsir pun tak sungkan dan dikenal sebagai tokoh yang "berseberangan" dengan Presiden Soekarno. Keduanya kawan sekaligus lawan dalam politik Indonesia masa itu. Yang patut menjadi contoh politikus masa kini. 17 agustus 19950 M Natsir diangkat sebagai Perdana Menteri Negara kesatuan Indonesia yang sebelumnya berbentuk serikat. Pada 26 April 1951, Natsir mengundurkan diri karena berselisih paham dengan Soekarno yang menganut faham Nasionalisme..
Puncak perselisihan keduanya adalah saat sidang-sidang Konstituante. Hingga soekarno mengeluarkan Dekrit 5 juli 1959. Karena keterlibatan dalam PRRI, M Natsir ditangkap dan dipenjarakan di Malang dari tahun 1962-1964. Dan dibebaskan pada masa orde baru, 26 juli 1966. Â Â
Di era Orde baru, M Natsir membentuk Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia disingkat "Dewan Da'wah", didirikan pada tanggal 26 Februari 1967. M Natsir pun tak sungkan mengkritisi kebijakan pemerintah. Hingga menandatangani Petisi 50 pada tanggal 5 Mei 1980. Bersama beberapa tokoh semisal Jendral Hoegeng, Ali Sadikin, SK Trimurti dan lain-lain. Yang mengakibatkan M Natsir di cekal tak boleh pergi keluar negeri.
Â
Banyak referensi yang menyatakan sosok santun M Natsir sebagai politikus. Bahkan menjadi teladan dalam memaknai demokrasi. Daniel Lev, seorang Indonesianis kenamaan, berkali-kali mengingatkan generasi muda Indonesia. Bila ingin mempelajari semangat berdemokrasi serta kehidupan politikus yang bersih dan bersahaja, tak perlu menoleh jauh-jauh ke Eropa atau Amerika. "Pelajari saja masa demokrasi pada 1950-an.
Mereka memegang teguh ideologi partai masing-masing. Beradu argumen dengan ganas, tapi tetap dengan tutur kata sopan, dan sesudahnya mereka bercakap hangat dengan lawan politiknya sambil meneguk secangkir kopi di saat rehat. Mereka berperang kata, tapi seketika saling berpegangan tangan saat menghadapi penjajah Belanda.
Sebagai figur yang sederhana, dikisahkan bahwa Menteri Penerangan, Natsir tak malu mengenakan kemeja kusam dan jas bertambal. Ketika menjadi Ketua Fraksi Masyumi, dia menampik hadiah sebuah mobil Chevrolet Impala yang tergolong mewah dari seorang pengusaha. Ia menolak dengan cara halus agar si pemberi tak merasa kehilangan muka. Padahal di rumahnya yang sederhana hanya ada sebuah mobil DeSoto rombeng. "Mobil itu bukan hak kita. Lagi pula yang ada masih cukup," begitu nasihat yang disampaikannya kepada istri dan anak-anak.
M Natsir meninggal di Jakarta 6 Februari 1993. Tokoh yang dikenal banyak menguasai bahasa asing (Inggris, Belanda, Jerman dan Arab). Pun banyak menerima penghargaan. Tak hanya dari dalam negeri tapi juga luar negeri.
Tahun 1957, atas jasanya membatu kemerdekaan rakyat afrika utara. Natsir dianugrahi penghargaan Nichan Istikhar (Grand Gordon) oleh raja Tunisia. Karena keterlibatan di Liga Muslim Dunia serta menjadi jembatan Arab saudi dan Indonesia, Pada tahun 1980, Natsir dianugerahi Faisal Award oleh Raja Fadh dari Kerajaan Arab Saudi.
M Natsir Juga memperoleh tiga gelar doktor kehormatan (Doktor Honoris Causa). Bidang Politik Islam dari Universitas islam Libanon (1967). Bidang sastra dari Universitas Kebangsaan malaysia dan bidang Pemikiran Islam dari Universitas Sains Malaysia (1991)
Pada masa Presiden BJ. Habibie, M Natsir diberi penghargaan Bintang Republik Indonesia Adipradhana. Tepat Tanggal 10 November 2008, M Natsir dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
Bagiku, Natsir adalah tokoh yang susah dicari gantinya. Tak hanya sosok sederhana yang  dikenal dengan "Menteri Jas Tambal", namun pemimpin yang bisa mengajak dan mengajari  untuk menaruh hormat. Tak hanya kepada kawan, tapi juga kepada lawan yang berbeda ideologi atau pemikiran.
Yang mengenal M Natsir secara pribadi atau dari tulisan dan pemikirannya. Akan merindukan sosok teladan ini.
Curup, 27.05.2019
[ditulis untuk Kompasiana]
Taman Baca
https://rowlandpasaribu.files.wordpress.com
https://khazanah.republika.co.id
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H