Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

NIK | "There is a Way" [12]

21 Mei 2019   07:15 Diperbarui: 21 Mei 2019   07:23 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by. pixabay.com

Dzuhur sudah sejak tadi. Tradisi di kampung Amak, pasti ada bangku panjang di setiap depan rumah. Untuk bercengkrama termasuk rumah gadang. Aku duduk di sebelah Ayah Gaek, di bangku panjang. Berkisah tentang kabar keluarga di Curup, kuliahku juga kondisi terbaru di kampung.

Kau di dalam. Di kelilingi perempuan anggota rumah gadang. Duduk di sebelah Amak Gaek. Bukan aku yang mengenalkanmu tapi Tek Wirda. Aku tak tahu yang dibicarakan. Tapi aku tahu. Sesekali, matamu menatapku. Kukira kau sudah pernah tahu caraku. Saat pertama, kau kuajak kerumah. Akan kubiarkan kau mencari caramu.

Tak lama. Beberapa orang keluar dari rumah. Kulihat kau dan Tek Wirda sibuk di dalam. Terdengar suara Amak Gaek, menyebut namaku mengajak makan. Kutatap Ayah Gaek.

"Makan, Yah?"

"Masih kenyang. Tadi sarapan ketan sama pisang goreng!"

"Makan nasi belum, kan?"

"Nanti saja! Ajak si Upik makan!"

"Namanya Nunik, Yah!"

"Haha..."

"Jadi, Ayah belum makan sekarang?"

"Makanlah dulu. Jangan buat Amak Gaek menangis!"

Ayah Gaek tertawa, aku tersenyum anggukkan kepala. Pernah sekali waktu, karena terburu. Kuabaikan tawaran makan dari Amak Gaek. Aku cucu beliau, sesekali pulang ke kampung. Tak mau menikmati masakan beliau. Lama baru aku tahu. Saat itu, Amak Gaek menangis.

Di meja makan hanya bertiga. Tak banyak bicara. Makanku sudah selesai. Kuhidupkan rokok, tapi masih duduk di meja makan. Kau dan Amak Gaek masih hadapi piring. Tapi isinya berbeda. Piringmu berisi nasi dan lauk, piring Amak Gaek berisi agar-agar buatanmu. Aku hanya tersenyum. Agak lama, acara makan selesai. Kau bereskan meja makan. Amak Gaek keluar mencari sirih. Kau menatapku setengah berbisik. Kudengar ucapanmu.

"Mas! Kenapa Amak Gaek makan Agar, ditaruh di piring bekas makan?"

"Haha..."

"Ssst! Jangan tertawa!"

"Nunik tamu. Amak Gaek tuan rumah, kan?"

"Iya!"

"Walaupun makan selesai. Tuan rumah tak boleh cuci tangan!"

"Maksudnya?"

"Tak sopan! Nunik sebagai tamu, masih makan."

"Kok?"

"Karena nasi Amak Gaek sudah habis. Beliau makan Agar. Temani Nunik. sebab..."

"Gegara makan Nunik lambat?"

"Iya..."

"Padahal Nik nunggu Amak Gaek!"

"Haha..."

"Kenapa Mas tidak..."

"Sekarang sudah tahu, kan?"

"Iya. Tapi..."

"Tak usah bahas! Tolong bikin kopi dua gelas, ya?"

Aku tersenyum. Wajahmu berubah. Kau sadar, terulang lagi kejadian seperti di Curup. Saat di rumah Amak. Kau kelabakan mencari letak gula dan kopi juga termos. Kau menatapku. Aku tahu, kau akan bertanya. Tapi kau kutinggal. Aku segera keluar menemui Ayah Gaek.

Tak lama, kau keluar. Di tanganmu membawa nampan kecil. Ada dua gelas berkopi, kau ajukan ke hadapku juga Ayah Gaek. Kurasakan gugupmu. Semua mata memperhatikan caramu. Semua wajah tersenyum, saat kau duduk di sebelah Amak Gaek. Aku juga menatapmu.

"Kenapa belum ditawari?"

"Hah? Ooh! Di minum, Yah! Tapi airnya masih..."

"Mas tidak ditawari?"

Pahaku ditepuk pelan Amak Gaek. Ayah Gaek tersenyum. Semua yang hadir tertawa melihat sikapmu. Wajahmu kembali memerah. Tapi Amak Gaek segera memelukmu. Aku menahan tawa, Ayah Gaek memandangku.

"Si Upik, memanggilmu Mas?"

"Iya, Yah! Kan Jawa Sunda?"

"Oh! Kalau Mas, pasti mahal!"

"Kan berharga, Yah?"

"Sudaaah! Jangan ganggu cucu Amak!"


Terdengar nada pembelaan dari Amak Gaek. Menengahi bincangku dan Ayah Gaek. Itu menyelamatkanmu. Tapi tidak dari serbuan tawa yang penuhi ruang udara siang itu. Kau hanya terdiam menunduk, menikmati pelukan Amak Gaek.

Cuaca Siguntur masih cerah. Banyak orang berkumpul di Rumah Gadang. Bertukar cerita silih berganti. Sanak keluarga datang dan pergi. Aku tahu, karena ingin melihat dan mengenalmu. Kau banyak diam. Akh! Aku ingin, tak mau tahu rasamu siang itu. Tapi aku mesti bersiap, hadapi aksi juga reaksimu. Ketika kembali pulang ke Padang.

#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJustaintEnough #Borntofight

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun