Bis kampus sudah lewati Pasar Raya. Berhenti sesaat di Bioskop Karya. Aku memandangmu. Kau anggukkan kepala. Aku tesenyum, gelengkan kepala. Wajahmu berubah. Kau menatapku. Alur bis kampus selanjutnya adalah jalan Permindo. Kembali di jalan Sudirman. Kau tahu, aku ingin mengantarmu pulang.
"Nik gak mau pulang!"
"Ini, hampir ashar!"
"Biar!"
"Pulang dulu. Pagi tadi kan, pamitnya ke kampus?"
"Nanti Mas malah..."
"Tidak!"
"Janji?"
"Gak mau!"
"Tuh, kan?"
"Nik Masih mau jalan?"
Kau diam. Aku sudah terbiasa dengan cara dan sikapmu. Bis akan lewati Simpang Tiga Permindo. Kutepuk pelan bahu sopir. Bis berhenti. Sambil ucapkan terima kasih. Aku bergerak turun, kau di belakangku. Kembali bertukar tos dengan kondektur. Tak lama, bis kembali bergerak. Kau tersenyum, saat kuajak melangkah. Berjalan menyusuri Pasar Belakang Olo.
"Mas gak bayar ongkos?"
"Kan teman?"
"Kalau teman, harusnya bayar, kan?"
"Gak bakal mau! Marah, iya!"
"Hah?"
"Nanti malam, bayarnya! Pas main domino, Mas ngalah aja!"
"Memang Mas jago?"
"Gak! Kalah terus malah."
"Haha..., bilangnya pelatih?"
"Pelatih menerima kekalahan!"
"Haha..."
"Sebenarnya. Biar gak pernah bayar ongkos, sih!"
"Haha..."
"Eh? Perempuan, kalau ketawa jangan keras-keras!"
Kau segera tutup mulutmu, berusaha hentikan tawamu. Tapi gagal. Aku melangkah cepat. Kau terkejut, segera menyusulku. Kuhampiri gerobak kecil untuk membeli rokok. Kuserahkan uangku. Anak lelaki usia sekolah, melayani.
"Adek masih sekolah?"
"Masih. Di SMP!"
"Kelas berapa?"
"Tiga!"
"Punya pacar?"
"Belum!"
"Bagus! Tapi pernah naksir, kan?"
"Hehe..."
Aku tersenyum. Tapi pasang wajah serius. Kau di sisiku. Menahan tawamu dan menunggu aksiku. Kuajukan telunjuk padamu. Tapi wajahku pada anak itu, yang melihat padamu dan kembali menatapku.
"Aku kasih tahu, ya? Dia naksir aku, sejak SMP!"
"Hehe..."
"Dia cantik, kan?"
"Hehe..."
"Jangan ketawa! Jawab aja! Cantik atau tidak?"
"Iya, cantik!"
"Cantik atau manis? Jawab jujur!"
"Dua-duanya!"
"Eh, aku juga cantik?"
"Maksudku..."
Anak itu gelagapan. Aku tertawa. Kau tertawa. Kuminta duitmu dua ribu. Kau buka tasmu. Buka dompetmu. Dua lembar ribuan di tanganmu. diserahkan pada anak itu. Kuambil permen dua biji, seraya ucapkan terima kasih. Kutarik lenganmu mengajak jalan. Meninggalkan wajah bingung anak itu. Kuserahkan permen padamu. Kuhidupkan rokokku.
"Jahil!"
"Haha.."
"Mas beli permen dua biji, dua ribu?"
"Bukan beli. Tapi tukar!"
"Hah?"
"Anak itu. Sudah bilang Nik cantik dan manis!"
"Haha..."
"Nik juga dengar, kan?"
'Iya! Tapi terpaksa!"
"Biarin!"
"Kenapa pakai duit Nunik?"
"Yang dipuji, musti bayar!"
"Haha..."
"Anggaplah pengganti ongkos bis tadi!"
"Haha..."
#Nik
#GetMarried #PowerofLove #BecauseofYou #SayLovewithLetter #LoveJusaintEnough
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H